PUISI
Puisi
dalam Bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah
berarti seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk
tambahan, atau selain arti semantiknya. Maka, Puisi adalah bentuk karangan
yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa
yang padat.
Penekanan
pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan
rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih
diperdebatkan. Sebahagian ahli memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi
tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang
menjadi sumber segala kreativitas.Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi
lama dan puisi baru.
Pengertian Puisi menurut beberapa
sumber:
1.
Menurut
Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan
larik dan bait.
larik dan bait.
2.
Watt-Dunton
(Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan
yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan
berirama.
3.
Carlyle
mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya
disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu
seperti musik.
4.
Samuel
Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah.
5.
Ralph
Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak
mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
6.
Putu Arya
Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit
dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna
konotatif.
7.
Herman J.
Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik
dan struktur batinnya.
8.
Ada juga
yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan
secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa
yang paling berkesan.
Yang
Membedakan Puisi dari Prosa
1.
Slametmulyana
(1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi.
Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan
kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari
kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya
disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula
sampai akhir.
2.
Pendapat
lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan
pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan,
yaitu proses penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya
(kondensasi). Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan
dengan cara menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
3.
Perbedaan
lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan
jiwa yang padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan
aktivitas yang bersifat naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
4.
Perbedaan
lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa
menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur
Puisi
Secara
sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik
, bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah
puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
1.
Kata
adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat
sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang
dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
2.
Larik
(atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik
bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada
puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi
baru tak ada batasan.
3.
Bait
merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada
kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat
buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
4.
Bunyi
dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama
(ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut
ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara
berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata,
perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena
sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat
dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak
hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek
musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar
meskipun tanpa dilagukan.
5.
Makna
adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa
menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis
puisi disampaikan.
Adapun
secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur,
yaitu struktur batin dan struktur fisik.
A.
Struktur
batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal
sebagai berikut.
(1)
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan
tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris,
bait, maupun makna keseluruhan.
(2)
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat
dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang
sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis
kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis
dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan
dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih
kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3)
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan
dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui,
mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan
masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan
rendah pembaca, dll.
(4)
Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong
penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair
menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
B.
Sedangkan
struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah
sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi.
Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1)
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak
dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi
yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik.
Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2)
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.
Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi,
dan urutan kata.
(3)
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan
imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca
seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4)
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal
kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll,
sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat
hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5)
Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan
efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif
menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya
akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun
macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi,
sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6)
Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan
bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup
(1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis
pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi,
persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh,
repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan
kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya
bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
PUISI BARU
Puisi
Lama dan Puisi Baru memiliki perbedaan-perbedaan mendasar. Puisi Baru bentuknya
lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata,
maupun rima.
1. Ciri-ciri
Puisi Baru
a)
Bentuknya
rapi, simetris;
b)
Mempunyai
persajakan akhir (yang teratur);
c)
Banyak
mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
d)
Sebagian
besar puisi empat seuntai;
e)
Tiap-tiap
barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
f)
Tiap
gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
2. Jenis-jenis
Puisi Baru
Menurut
isinya, puisi dibedakan atas :
a)
Balada
adalah puisi berisi kisah/cerita.
Ciri-ciri
Terdiri dari 3 (tiga) bait,
masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b.
Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait
pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya.
Contoh:
Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “ Balada Matinya Aeorang
Pemberontak”
b)
Himne
adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Ciri-ciri
lagu pujian untuk menghormati seorang
dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia
Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan
sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati
(guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
c)
Ode
adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
Ciri-ciri
Nada dan gayanya sangat resmi
(metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat
menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
d)
Epigram
adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
Epigram berasal dari Bahasa
Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa
ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
e)
Romance
adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
Berasal dari bahasa
Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih
sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
f)
Elegi
adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
Ciri-ciri
Berisi sajak atau lagu yang
mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama
karena kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga
kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
g)
Satire
adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.
Berasal dari bahasa
LatinSatura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu
fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura,
rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidad penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(Rendra)
Sedangkan
macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
a)
Distikon,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Ciri-ciri
1.
2
baris; sajak 2 seuntai
2.
Distikon
(Greek: 2 baris)
3.
Rima
– aa – bb
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
b)
Terzina,
puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
Dari ; Madah Kelana
Karya : Sanusi Pane
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
Dari ; Madah Kelana
Karya : Sanusi Pane
c)
Kuatrain,
puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Ciri-ciri
1.
Quatrain
(Perancis: 4 baris)
2.
Pada
asalnya ada 4 rangkap
3.
Dipelopori
di Malaysia oleh Mahsuri S.N.
Contoh:
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
d)
Kuint,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Ciri-ciri
Pada asalnya, rima Quint adalah
/aaaaa/ tetapi kini 5 baris dalam serangkap diterima umum sebagai Quint
(perubahan ini dikatakan berpunca dari kesukaran penyair untuk membina
rima/aaaaa/.
Contoh:
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
e)
Sektet,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Ciri-ciri
1.
sextet
(latin: 6 baris)
2.
Dikenali
sebagai ‘terzina ganda dua’
3.
Rima
akhir bebas
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
f)
Septime,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Ciri-ciri
1.
septime
(Latin: 7 baris)
2.
Rima
akhir bebas
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Muhammad Yamin)
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Muhammad Yamin)
g)
Oktaf/Stanza,
adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau
puisi delapan seuntai).
Ciri-ciri
1.
Oktaf
(Latin: 8 baris)
2.
Dikenali
sebagai ‘double Quatrain’
Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
h)
Soneta,
adalah puisi yang bersuara.
Ciri-ciri
1.
Terdiri
atas 14 baris
2.
Terdiri
atas 4 bait, yang terdiri atas 2 quatrain dan 2 terzina
3.
Dua
quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan yang disebut octav.
4.
Dua
terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang disebut isi yang disebut
sextet.
5.
Bagian
sampiran biasanya berupa gambaran alam
6.
Sextet
berisi curahan atau jawaban atau kesimpulan daripada apa yang dilukiskan dalam
ocvtav, jadi sifatnya subyektif.
7.
Peralihan
dari octav ke sextet disebut volta
8.
Penambahan
baris pada soneta disebut koda.
9.
Jumlah
suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 – 14 suku kata
10.
Rima
akhirnya adalah a – b – b – a, a – b – b – a, c – d – c, d – c – d.
Soneta berasal dari
kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang
berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta
masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam
Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak
Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat
soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi
maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas
baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
PUISI LAMA
Puisi lama adalah puisi yang terikat
oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
a)
Jumlah
kata dalam 1 baris
b)
Jumlah
baris dalam 1 bait
c)
Persajakan
(rima)
d)
Banyak
suku kata tiap baris
e)
Irama
Ciri-ciri Puisi Lama
a)
Merupakan
puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
b)
Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
c)
Sangat
terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima.
Jenis-jenis
puisi lama
a) Mantra
Ciri-ciri:
1.
Berirama
akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
2.
Bersifat
lisan, sakti atau magis
3.
Adanya
perulangan
4.
Metafora
merupakan unsur penting
5.
Bersifat
esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius
6.
Lebih
bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
b) Pantun
Ciri – ciri :
1.
Setiap
bait terdiri 4 baris
2.
Baris
1 dan 2 sebagai sampiran
3.
Baris
3 dan 4 merupakan isi
4.
Bersajak
a – b – a – b
5.
Setiap
baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6.
Berasal
dari Melayu (Indonesia)
Contoh:
Kalau ada sumur di ladang
Boleh kita menumpang mandi
Kalau ada umur yang panjang
Boleh kita berjumpa lagi
c) Karmina
Ciri-ciri karmina
1.
Setiap
bait merupakan bagian dari keseluruhan.
2.
Bersajak
aa-aa, aa-bb
3.
Bersifat
epik: mengisahkan seorang pahlawan.
4.
Tidak
memiliki sampiran, hanya memiliki isi.
5.
Semua
baris diawali huruf capital.
6.
Semua
baris diakhiri koma, kecuali baris ke-4 diakhiri tanda titik.
7.
Mengandung
dua hal yang bertentangan yaitu rayuan dan perintah.
Contoh:
Dahulu
parang, sekarang besi (a)
Dahulu
sayang sekarang benci (a)
d) Seloka
Ciri-ciri seloka
1.
Ditulis
empat baris memakai bentuk pantun atau syair,
2.
Namun
ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
Contoh:
Lurus
jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
e) Gurindam
Ciri-ciri gurindam
1.
Baris
pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian
2.
Baris
kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris
pertama tadi.
Contoh:
Kurang
pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
f) Syair
Ciri-ciri syair
1.
Terdiri
dari 4 baris
2.
Berirama
aaaa
3.
Keempat
baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
g) Talibun
Ciri-ciri:
1.
Jumlah
barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan
seterusnya.
2.
Jika
satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
3.
Jika
satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
4.
Apabila
enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
5.
Bila
terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Kaidah Kebahasaan Puisi Lama
Puisi
lama mempunyai beberapa kaidah mutlak yang harus diikuti,yaitu:
1.
Jumlah
baris atau jumlah kalimat dalam setiap baitnya.
2.
Jumlah
suku kata dalam setiap kalimat.
3.
Rima atau
persamaan bunyi.
4.
Irama.
Periodisasi
Sastra Indonesia
Periodisasi
sastra menurut Buyung Saleh adalah jangka yang panjang atau pendek dalam
perkembangan sastra yang menunjukka ciri khas karya sastra. Periodisasi sastra
Indonesia pada umumnya terbagi menjadi :
a.
Kesusastraan
Lama
Karya sastra pada kesusastraan lama masih berkisar pada cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut (lisan). Hasil karya sastranya berupa dongeng, mantra, dan hikayat. Cerita pada masa ini bersifat istana sentries (mengisahkan kehidupan raja-raja).
Karya sastra pada kesusastraan lama masih berkisar pada cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut (lisan). Hasil karya sastranya berupa dongeng, mantra, dan hikayat. Cerita pada masa ini bersifat istana sentries (mengisahkan kehidupan raja-raja).
b.
Kesusastraan
Peralihan
Kesusastraan peralihan dipelopori oleh
Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Karya masa peralihan telah meninggalkan
kebiasaan lama yang bersifat istana sentries menjadi karya yang lebih
realistis. Hasil karya sastra yang terkenal, yaitu Hikayat Abdullah.
c.
Kesusastraan
Baru
1.
Angkatan
Balai Pustaka (1920—1933)
Balai
Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an kegiatannya
dikenal banyak pembaca (Purwoko, 2004: 143). Berawal ketika pemerintah
Belanda mendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesar F.25.000
setiap tahun guna keperluan sekolah bumi putera yang ternyata justru
meningkatkan pendidikan masyarakat. Commissie voor de Inlandsche School-en
Volkslectuur, yang dalam perkembangannya berganti nama Balai Poestaka,
didirikan dengan tujuan utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat” bagi
penduduk pribumi yang menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat.
Sebagai pusat produksi karya sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi
signifikan (Purwoko, 2014: 147), yaitu
i.
merekrut
dewan redaksi secara selektif
ii.
membentuk
jaringan distribusi buku secara sistematis
iii.
menentukan
kriteria literer
iv.
mendominasi
dunia kritik sastra
Pada
masa ini bahasa Melayu Riau dipandang sebagai bahasa Melayu standar yang yang
lebih baik dari dialek-dialek Melayu lain seperti Betawi, Jawa, atau Sumatera.
Oleh karena itu, para lulusan sekolah asal Minangkabau, yang diperkirakan lebih
mampu mempelajari bahasa Melayu Riau, dipilih sebagai dewan redaksi. Beberapa
diantaranya adalah Armjin Pene dan Alisjahbana. Angkatan Balai Poestaka baru
mengeluarkan novel pertamanya yang berjudul Azab dan Sengsara karya
Merari Siregar pada tahun 1920-an. Novel yang mengangkat fenomena kawin paksa
pada masa itu menjadi tren baru bagi dunia sastra. Novel-novel lain dengan tema
serupa pun mulai bermunculan. Adapun ciri-ciri karya sastra pada masa Balai
Poestaka, yaitu
i.
Gaya
Bahasa : Ungkapan klise pepatah/pribahasa.
ii.
Alur :
Alur Lurus.
iii.
Tokoh :
Plot karakter ( digambarkan langsung oleh narator ).
iv.
Pusat
Pengisahan : Terletak pada orang ketiga dan orang pertama.
v.
Terdapat
digresi : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting, yang dapat menganggu
kelancaran teks.
vi.
Corak :
Romantis sentimental.
vii.
Sifat :
Didaktis (pendidikan)
viii.
Latar
belakang sosial : Pertentangan paham antara kaum muda dengan kaum tua.
ix.
Peristiwa
yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.
x.
Puisinya
berbentuk syair dan pantun.
xi.
Menggambarkan
tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan
adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.
xii.
Soal
kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.
2.
Angkatan
Pujangga Baru (1933—1942)
Pada
tahun1933, Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sultan Takdir Alisjahbana mendirikan
sebuah majalah yang diberi nama Poejangga
Baroe. Majalah Poedjangga Baroe menjadi wadah khususnya bagi
seniman atau pujangga yang ingin mewujudkan keahlian dalam
berseni. Poedjangga Baroe merujuk pada nama sebuah institusi literer
yang berorientasi ke aneka kegiatan yang dilakukan para penulis pemula. Majalah
ini diharapkan berperan sebagai sarana untuk mengoordinasi para penulis yang
hasil karyanya tidak bisa diterbitkan Balai Poestaka (Purwoko, 2004: 154).
Selain
memublikasikan karya sastra, majalah ini juga merintis sebuah rubrik untuk
memuat esai kebudayaan yang diilhami oleh Alisjahbana dan Armijn
Pane. Kelahiran majalah Poedjangga Baroe menjadi titik tolak
kebangkitan kesusastraan Indonesia.S.T. Alisjahbana, dalam artikel Menudju
Masjarakat dan Kebudajaan Baru,menjelaskan bahwa sastra Indonesia sebelum abad
20 dan sesudahnya memiliki perbedaan yang didasari pada semangat keindonesiaan
dan keinginan yang besar akan perubahan.
Adapun
karakteristik karya sastra pada masa itu terlihat melalui roman-romannya
yangsangat produktif dan diterima secara luas oleh masyarakat. Pengarang yang
paling produktif yaitu Hamka dan Alisjahbana. Hamka, dalam Mengarang
Roman,mengatakan Roman adalah bentuk modern dari hikayat. Roman memperhalus bahasa
yang sebelumnya sangat karut marut menyerupai kalimat Tionghoa sehingga secara
tidak langsung roman-roman yang ada mampu memicu minat baca masyarakat yang
awalnya tidak gemar membaca.
Berdasarkan
isi cerita, tema-tema yang ada memperlihatkan kecenderungan para pengarang yang
membuat tokoh-tokoh dalam ceritanya berakhir pada kematian.Pengaruh Barat yang
sangat kental pada perkembangan sastra Indonesia dalam periode Pujangga Baru
menghasilkan beberapa perbedaan pandangan dalam kalangan sastrawan pada saat
itu.Sebagai contoh, novel pertama yang diterbitkan majalah
ini,Belenggu, pernah ditolak oleh Balai Pustaka karena dianggap mengandung
isu tentang nasionalisme dan perkawinan yang retak. Dengan alasan didaktis,
kedua isu budaya tersebut dianggap tidak cocok dengan kebijakan pemerintah
kolonial.
3.
Angkatan
’45
Munculnya
Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia dengan menampilkan
sajak-sajak yang bernilai tinggi memberikan sesuatu yang baru bagi dunia sastra
tanah air. Bahasa yang dipergunakannya adalah bahasa Indonesia yang berjiwa.
Bukan lagi bahasa buku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya
bernilai sastra (Rosidi, 1965: 91). Dengan munculnya kenyataan itu, maka
banyaklah orang yang berpendapat bahwa suatu angkatan kesusateraan baru telah
lahir. Angkatan ini memiliki beberapa sebutan, yaitu Angkatan
’45, Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Perang,
Angkatan Sesudah Perang, Angkatan Sesudah Pujangga Baru, Angkatan Pembebasan,
dan Generasi Gelanggang.
Angkatan
’45 adalah angkatan yang muncul setelah berakhirnya Angkatan Pujangga
Baru. Angkatan ini terbentuk karena Angkatan Pujangga Baru dianggap gagal
menjalankan gagasannya. Pujangga Baru yang semula memiliki gagasan
baratisasi sastra Indonesia, nyatanya hanya mentok pada
belandanisasi. Dengan kata lain, tokoh-tokoh atau karya-karya seni dan
sastra yang diambil sebagai acuan dan sumber inspirasi hanya berasal dari
negeri Belanda saja, bukan dari penjuru Barat. Untuk meluruskan persepsi tersebut,
muncullah Angkatan ’45 sebagai gantinya.
Keberadaan
angkatan ini erat hubungannya dengan Surat Kepercayaan Gelanggang.Konsep
humanisme universal menjadi acuan Perkumpulan Gelanggang karena mereka merasa
karya-karya yang dibuat oleh Angkatan Pujangga Baru kurang realistis pada masa
itu. Angkatan Pujangga Baru yang beraliran romatis dinilai terlalu utopis dan
hanya mementingkan estetika. Berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru, Angkatan
’45 beraliran ekspresionisme-realistik. Karya-karya yang dihasilkan bergaya
ekspresif, menggambarkan identitas si seniman dan juga realistis. Dalam hal
ini, realistis berarti fungsional atau berguna untuk masyarakat. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Angkatan ’45 menganut pendapat seni untuk
masyarakat, sementara Pujangga Baru menganut pendapat seni untuk seni.
Tema
yang banyak diangkat dalam karya-karya seni Angkatan ’45 adalah tema tentang
perjuangan kemerdekaan. Dari karya-karya bertemakan perjuangan
itulah amanat yang menyatakan bahwa perjuangan mencapai kemerdekaan tak
hanya dapat dilakukan melalui politik atau angkat senjata, tetapi perjuangan
juga dapat dilakukan melalui karya-karya seni. Angkatan ’45 mulai melemah
ketika sang pelopor, Chairil Anwar, meninggal dunia. Selain itu, Asrul Sani,
yang juga merupakan salah satu pelopor mulai menyibukkan diri membuat skenario
film. Kehilangan akan kedua orang tersebut membuat Angkatan ’45 seolah
kehilangan kemudinya. Akhirnya, masa Angkatan ’45 berakhir dan digantikan
dengan Angkatan’50.
Angkatan
’45 memiliki gaya yang berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru. Gaya ini
dipengaruhi oleh kondisi politik masing-masing angkatan. Angkatan Pujangga Baru
memiliki gaya romantis-idealis karena pada saat itu perjuangan kemerdekaan
belum sekeras yang dialami Angkatan ’45. Sementara Angkatan ’45 yang terbentuk
pada saat gencarnya perjuangan kemerdekaan memilih gaya
ekspresionisme-realistik agar dapat berguna dan diterima oleh masyarakat. Pada
akhirnya, semua angkatan yang ada sepantasnya menyadari fungsi sosial mereka.
Setiap angkatan harus memikirkan letak kebermanfaatan mereka bagi masyarakat
karena mereka hidup dan tumbuh di dalam masyarakat.
4.
Angkatan
1950
Angkatan
ini dikenal krisis sastra Indonesia. Sejak Chairil Anwar meninggal, lingkungan
kebudayaan “Gelanggang Seniman Merdeka” seolah-olah kehilangan vitalitas. Salah
satu alasan utama terhadap tuduhan krisis sastra tersebut adalah karena
kurangnya jumlah buku yang terbit. Sejak tahun 1953 , Balai Pustaka yang sejak
dulu bertindak sebagai penerbit utama buku-buku sastra, kedudukannya sudah
tidak menentu (Rosidi, 1965: 137). Sejak saat itu aktivitas sastra hanya dalam
majalah-majalah, seperti Gelanggang/Siasat, Mimbar Indonesia, Zenith,
Poedjangga Baroe,dll.
Karena
sifat majalah, maka karangan-karangan yang mendapat tempat terutama yang berupa
sajak, cerpen, dan karangan-karangan lain yang tidak begitu panjang. Sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh majalah-majalah, maka tak anehlah kalau para
pengarangpun lantas hanya mengarang cerpen, sajak, dan karangan lain yang
pendek-pendek (Rosidi, 1965: 138). Hal itulah yang memunculkan istilah “sastra
majalah” pada masa itu. Berikut pendapat Soeprijadi Tomodihardjo, dalam
artikelnya “Sumber-Sumber Kegiatan”1
i.
Kesusastraan
sedang memasuki masa krisis, masalah kualitas dan kuantitas.
ii.
Ekspansi
ideologi ke dalam dunia seni mengakibatkan banyak orang meninggalkan
nilai-nilai seni yang wajar, dan ideologi politik kian menguat.
iii.
Seni dan
politik adalah pencampuradukan yang lahir dari kondisi masa itu.
iv.
Pada masa
itu pula telah lahir organisasi-organisasi kegiatan kesenian yang
mengarahkan kegiatanya pada seni sastra dan seni drama.
v.
Hal ini
mengindikasikan seni mendapat perhatian.
vi.
Kesusastraan
berhubungan erat dengan adanya tempat berkegiatan, Jakarta di angggap
sebagai pusatnya. Anggapan ini diluruskan, Jakarta hanya sebagai pusat
produksi dan publikasi
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa angkatan 1950 merupakan angkatan yang sepi
oleh karya karena sastra Indonesia yang ada dianggap sudah tidak lagi memiliki
identitas, kesusasteraan mengalami krisis baik kualitas maupun kuantitas karena
lahirnya pesimisme dan penggunaan seni ke ranah politik yang tidak dibarengi
dengan tanggung jawab.
5.
Angkatan
1966
Adalah
suatu kenyataan sejarah bahwa sejak awal pertumbuhannya sastrawan-sastrawan
Indonesia menunjukkan perhatian yang serius kepada politik (Rosidi, 1965: 177).
Pada masa ini sastra sangat dipengaruhi oleh lembaga kebudayaan seperti Lekra
dan Manikebu. Pada tahun 1961 Lekra,organ PKI yang memperjuangkan
komunisme,dinyatakan sebagai organisasi kebudayaan yang memperjuangkan
slogan “politik adalah panglima”. Sementara Menifes Kebudayaan merupakan
sebuah konsep atau pemikiran di bidang kebudayaan dan merupakan sebuah
reaksi terhadap teror budaya yang pada waktu itu dilancarkan oleh orang-orang
Lekra. Manifes kebudayaan di tuduh anti-Manipol dan kontra
Revolusioner sehingga harus dihapuskan dari muka bumi
Indonesia. Pelarangan Manifes Kebudayaan diikuti tindakan politis
yang makin memojokkan orang-orang Manifes Kebudayaan, yaitu pelarangan buku
karya pengarang-pengarang yang berada di barisan. Adapun buku-buku yang pernah
dilarang, antara lain Pramudya Ananta Toer, Percikan
Revolusi, Keluarga Gerirya, Bukan pasar Malam ,Panggil Aku Kartini Saja ,
Korupsi dll; Utuy T. Sontani, Suling, Bunga Rumah makan,Orang-orang
Sial, Si Kabayan dll; Bakri Siregar, Ceramah Sastra,
Jejak Langkah , Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern.
Menurut
H. B. Jassin, ciri-ciri karya pada masa ini adalah sebagai berikut
1.
mempunyai
konsepsi Pancasila
2.
menggemakan
protes sosial dan politik
3.
membawa
kesadaran nurani manusia
4.
mempunyai
kesadaran akan moral dan agama
6.
Angkatan
70-an sampai sekarang
Pada
masa ini karya sastra berperan untuk membentuk pemikiran tentang keindonesiaan
setelah mengalami kombinasi dengan pemikiran lain, seperti budaya. Ide,
filsafat, dan gebrakan-gebrakan baru muncul di era ini, beberapa karya keluar
dari paten dengan memperbincangkan agama dan mulai bermunculan kubu-kubu sastra
populer dan sastra majalah. Pada masa ini pula karya yang bersifat absurd mulai
tampak.
Di
tahun 1980—1990-an banyak penulis Indonesia yang berbakat, tetapi sayang karena
mereka dilihat dari kacamata ideologi suatu penerbit. Salah satu penerbit yang
terkenal sampai sekarang adalah Gramedia. Gramedia merupakan penerbit yang
memperhatikan sastra dan membuka ruang untuk semua jenis sastra sehingga
penulis Indonesia senantiasa memiliki kreativitas dengan belajar dari berbagai
paten karya, baik itu karya populer, kedaerahan, maupun karya urban. Sementara
setelah masa reformasi, yaitu tahun 2000-an, kondisi sastra tanah air dapat
digambarkan sebagai berikut2
i.
Kritik
Rezim Orde Baru
ii.
Wacana
Urban dan Adsurditas
iii.
Kritik
Pemerintah terus berjalan
iv.
Sastra
masuk melalui majalah selain majalah sastra.
v.
Sastra
bersanding dengan Seni Lainnya, banyak terjadi alih wahana pada jaman sekarang
vi.
Karya yang
dilarang terbit pada masa 70-an diterbitkan di tahun 2000-an, banyak karya Pram
yang diterbitkan, karya Hersri Setiawan, Remy Sylado, dsb.
Seperti
seorang anak, Sastra mengalami masa pertumbuhan. Masa pertumbuhan sastra tidak
akan dewasa hingga jaman mengurungnya. Sastra akan terus menilai jaman melalui
pemikiran dan karya sastrawannya. Pada tahun 1970-an, sastra memiliki karakter
yang keluar dari paten normatif. Pada tahun 1980-an hingga awal 1990-an, sastra
memiliki karakter yang diimbangi dengan arus budaya populer. Pada tahun 2000-an
hingga saat ini, sastra kembali memiliki keragaman kahzanah dari yang populer,
kritik, reflektif, dan masuk ke ranah erotika dan absurditas.
STRUKTUR KEBAHASAAN
Berikut
merupakan definisi secara ringkas tiap-tiap satuan kebahasaan.
1.
Wacana
Secara
etimologis kata wacana berakar dari kata bahasa
Sansekerta vacana yang berarti ‘bacaan’. Kata tersebut masuk ke dalam
bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru sebagai wacanayang berarti ‘bicara’,
‘kata’, ‘ucapan’. Oleh bahasa Indonesia kata wacana diserap dengan arti ucapan,
percakapan, kuliah (Baryadi, 2002: 1).
Dari
situ, istilah wacana digunakan sebagai kata untuk menerjemahkan kata bahasa
Inggrisdiscourse. Kata discourse sendiri berasal dari kata
Latin discursus yang berarti ‘lari kian kemari’ (yang diturunkan
dari dis- yang bararti ‘dari’, ‘dalam arah yang berbeda’
dan curere yang berarti ‘lari’).
Kemudian discourse diartikan sebagai komunikasi pikiran dengan
kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; percakapan; komunikasi secara
umum; ceramah dan kotbah (Webster, 1983: 522 dalam Baryadi, 2002: 1).
Menurut
kamus linguistik, wacana didefinisikan sebagai satuan kebahasaan terlengkap;
dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (buku, ensiklopedi,
novel, dll) paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap
(Kridalaksana, 2008: 259).
Ada
juga yang menyatakan bahwa wacana berarti objek atau ide diperbincangkan secara
terbuka kepada publik sehingga menumbulkan pemahaman tertentu yang tersebar
luas (Lull, 1998: 225). Leo Kleden menyatakan bahwa wacana sebagai ucapan dalam
mana seorang pembicara menyampaikan sesuatu tentang sesuatu kepada pendengar
(Kleden, 1997: 34).
Dari
semua definisi yang telah dikemukakan di atas, ada benang merah yang dapat
ditarik mengenai pengertian wacana. Wacana
merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial. Konteks adalah sesuatu yang menyertai,
bersama, dan mendukung keberadaan wacana itu sendiri. Pengguna bahasa harus
memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan
makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat
konteks dalam menggunakan bahasa.
Wacana
tak sekadar kumpulan kalimat atau paragraf melainkan sebuah konstruksi yang
memiliki sifat utuh (unity) dan padu (coherent). Sebuah wacana dikatakan utuh
jika kalimat atau paragraf yang tersusun mendukung satu topik yang sedang
dibahas. Wacana juga bersifat padu jika antar kalimat atau paragraf tersusun
secara sistematis dan memiliki ikatan timbal balik. Antarkalimat atau paragraf
tidak bertentangan dan merupakan suatu aliran penjelasan yang sistematis.
Jenis
Wacana dari Segi Penyusunannya
Sugirah
Wahid, Juanda (2006), dalam bukunya yang berjudul Analisis Wacana,
mengemukakan bahwa ada lima jenis wacana ditinjau dari segi penyusunannya,
yaitu:
a. Wacana
Deskripsi
Deskripsi
adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata terhadap suatu tempat,
benda, keadaan atau suasana. Penulis deskripsi mengharapkan pembacanya melalui
tulisannya dapat melihat apa yang dilihatnya, dapat mendengar apa yang
didengarnya, mencium bau apa yang diciumnya, mencicipi apa yang dimakannya,
merasakan apa yang dirasakannya, serta sampai pada kesipulan yang sama
dengannya. Maka itu dapat disimpulkan bahwa deskripsi merupakan hasil dari
observasi melalui panca indra,yang disampaikan dengan kata-kata.
Secara
garis besarnya deskripsi terbagi dalam dua jenis, yaitu:
1) Wacana
ekspositori
Wacana
yang sangat logis, yang isi biasanya merupakan daftar rincian, semuanya atau
yang menurut penulisnya hal yang penting-penting saja.
Contoh:
Ruang
tempat kami belajar tidaklah luas,hanya 7 m x 10 m. Bangku kami berjajar
teratur empat baris ke belakang. Pada dinding depan kelas tergantung papan
tulis hitam 1 m x 2 m. Dua lukisan mengapitnya. Di sebelah kiri gambar Garuda
Indonesia dan di sebelah kanan gambar presiden. Meja guru terdapat di pojok kiri.
Alasannya berwarna cerah dan sekali seminggu diganti. Kami selalu meletakkan
bunga yang segar dalam jambangan di atas meja itu, karena senang melihantnya.
Di sebelah kiri kami, delapan jendelah besar memasukkan cahaya matahari dan
hawa segar ke dalam kelas. Dindingnya polos, tiada hiasan, kecuali kalender
dekat meja guru.
2) Wacana
Impresionistis
Wacana
yang isinya lebih menenkankan impresi atau kesan penulisnya ketika melukukan
observasi, atau ketika m enuliskan impresi tersebut.
Contoh:
Musim
kemarau yang panjang dan kering tahun in merupakan bencana bagi daerah kami.
Sungai yang mengalir di tengah-tengah kota kering kerontang. Bahkan sumur pun
banyak yang tidak berair lagi. Tampak berdesak orang menunggu giliran menimba
air di sumur kami, satu-satunya yang tidak kering. Sawah ladang seperti hangus
oleh terik matahari. Tanah pecah berbungkah-bungkah.tanaman hamper tiada yang
tinggal hijau. Rumput kering kecoklat-coklatan hampir mati. Sapi, kerbau, kuda
dan kambing sudah sebulan ini diungsikan ke daerah yang sungainya masih
mengalir.
b. Wacana
Narasi
Wacana
narasi adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan
suatu hal atau kejadian melalui suatu penonjolan tokoh pelaku (orang I
atau orang III) dengan maksud memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca.
Kekuatan wacana terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara
bercerita yang diatur melalui alur (plot).
Contoh:
Andi
Ruslan benar-benar mahasiswa yang patut diteladani oleh teman sekampusnya. Otaknya
yang cemerlang, dan penempilannya yang sederhana menjadikannya sahabat baik
bagi mahasiswa maupun mahasiswi. Dilahirkan dari keluarga yang sederhana tidak
membuatnya berkecil hati. Sejak ia kuliah pada semeter dua, perkenalannya
dengan dosen dan temannya dianggapnya sebagai peluang.
Dengan
kepercayaan diri yang cukup. Ruslan menawarkan jasa mengantarkan Koran dan
majalah pilihan dosen dan orang tua sekampungnya.dengan jasa loper ini Ruslang
membiayai kuliah dan hidupnya sehari-hari.
Sementara
kuliah yang diprogramkannya diselesaikan dengan baik dari semester kesemester.
Kini ia menduduki semester kedelapan. Kuliah kerja nyata diprogramkannya
bersama penyusunan skripsi. Atau penyelesaian skripsi ini pun bagi Ruslang
merupakan peluang. Ia sudah siap dengan bisnis baru. Bersama teman-temannya ia
akan mengelolah surat kabar mingguan.
Sebuah
wacana narasi mempunyai unsur-unsur pembangun. Adapun unsur-unsur pembanguan
sebuah narasi,yaitu:
1. Alur
: Kejadian, Tokoh, dan Konflik
Narasi
merupakan cerita yang didasarkan pada urutan-urutan sesuatu
(serangkaian kejadian atau peristiwa). Di dalam kejadian itu ada
tokoh atau beberapa tokoh, dan tokoh ini mengalami atau menghadapi suatu atau
serangkain konflik atau tikaian. Kejadian ,tokoh,dan konflik ini merupakan
unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya secara kesatuan biasa disebut plot
atau alur. Dengan demikian adalah narasi yang berdasarkan alur.
2. Latar
Alu
ini tentulah tidak dapat terjadi suatu waktu, kekosongan. Mestilah ada waktu
dan adapula tempat kejadiaan itu berlangsung. Dengan demikian kita mengatakan
bahwa alur itu memunyai latar waktu dan latar tempat.
3. Posisi
Narator
Istilah
point of view dala kaitannya dengan narsi bukan saja berarti sudut pandang
tetapi juga lebih dalam dari itu karena menyangkut struktur gramatikal sebuah
narasi. Ini menyangkut siapa yang bercerita di dalam narasi itu,dan ini sangat
mempengaruhi struktur cerita itu. Oleh Karena itu, di sini poin of view itu
kita terjemahkan saja dengan posisi narrator.
Dalam
sebuah narasi tentulah ada yang bercerita, yang menceritakan kepada kita apa
saja yang terjadi. Pada satu ujung kita melihat ada cerita yang memakai aku
atau saya sebagai tokoh utama dalam cerita itu. Dengan sendirinya apa yang kita
dapatkan dari cerita itu adalah apa-apayang dilihat,didengar serta dialami oleh
aku itu. Jalan pikiran, pergolakan perasaan,dugaan dan kesimpulan yang
dihidangkan pun berasaldari aku itu juga. Yang tidak dilihat, tidak didengar
atau diketahuinya tentulah tidak bias diceritakannya kepada kita.
Jadi,
narator dalam cerita ini adalah pelaku utama. Narasi seperti ini sering disebut
sebagai narasi dengan posisi sebagai orang pertama atau akuan.
4. Pola
Narasi
Menurut
Aristoteles (abad IV sebelum Masehi), sebuah narasi terdiri atas tiga bagaian
yaitu awal, tengah dan akhir. Awal itu menurut dia haruslah seperti mata
pancing dengan umpan yang lezat, sehingga begitu orang membacanya, hatinya
langsung terpaut. Awal itu harus memperkenalakan tokoh-tokoh yang memainkan
peranan di dalam cerita itu, serta memberikan latarbelakang yang diperlukan
untuk kelancaran cerita. Di samping itu semua,awal itu harus pula menyiratkan
atau memberikan lancaran bagaimana kira-kira cerita itu akan berakhir.
Bagian
tengah dimulai ketika di dalam cerita itu mulai muncul konflik, tikaian atau
keruwetan, yang menjurus kekonflik. Konflik itu bisa bersifat
nonfisik. Konflik ini biasanya memang diakhiri dengan sebuah ledakan yang biasa
disebut klimaks. Bahkan ada pula narasi yang akhirnya tidak
dituliskan,hanya tersirat, dan pembaca dipersilakan menduga sendiri.
Itula
pola narasi cara Aristoteles. Sekarang ini pun, cara itu masih bayak dipakai
orang. Tetapi ada pula penulis yang mencari dan menciptakan gaya sendiri.
c. Wacana
Ekspositori
Rangkaian
tuturan yang bersifat memaparkan suatu pokok pikiran disebut wacana
ekspositori. Tujuan yang ingin dicapai wacana ini adalah tercapainya tingkat
pemahaman terhadap sesuatu agar lebih jelas, mendalam, dan luas dari sekedar
pernyataan yang bersifat global atau umum. Wacana eksipositori kadang-kadang
berbentuk ilustrasi dengan contoh; berbentuk perbadingan, berbentuk uraian
kronologis, dan juga berbentuk ciri (identifikasi) dengan orientasi pada
materi, bukan kepada tokohnya.Wacana eksposisi lebih menekankan pada bentuk daripada
isi. Isinya memang menyingkapkan sesuatu, tetapi bentuknya harus jelas.
Wacana
eksposisi sebagai alat untuk menyingkapkan pikiran dan perasaan agaknya sudah
banyak ditinggalkan orang. Tidak lagi kita jumpai di dalam media massa
tulisan-tulisan eksposisi murni. Namun, di sekolah-sekolah masih
diajarkan, Karena eksposisi erat sekali hubungannya dengan berpikir logis dan
sistematis. Di samping itu, juga karena eksposisi merupakan pola dasar
penulisan ilmiah. Makalah-makalah sekolah, sampai makalah seminar serta
penataran, masih dituliskan dalam bentuk eksposisi. Demikianlah pula skripsi
atau bahkan disertasi.
Hal
ini perlu semua dikuasai oleh siswa dan mahasiswa. Mereka perlu diajar
mengambil sikap, dan dilatih untuk mendukung sikap itu dan mengutarakannya
secara logis. Namun, berpikir logis dan sistematis ini hanya bias dicapai siswa
jika mereka diminta menuliskan wacan eksposisi. Bukan diajarkan apa eksposisi
itu, tipe ciri-cirinya, apa gunanya, dan segala hal-hal teoretis seperti itu.
Mereka perlu diberikan latihan bukan teori.
Contoh:
Telah
kita saksikan bersama,masalah transportasi makin lama makin berkembang, baik
transportasi darat,laut maupun udara. Ketiga bentuk transportasi itu mengalami
kemajuan yang pesat, sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya pada masa silam
transportasi darat, laut, dan udara itu sangat sederhana, tetapi sekarang bukan
main main majunya,hamper semua transportasi itu serba mewah dan canggih sesuai
dengan perkembangan teknologi dewasa ini.
Kiranya
sangat perlu kita telusuri perkembangan transportasi masa silam sampai
dewasaini. Zaman nenek moyang kita kalau akan bepergian, mereka tidak pernah
menaiki kendaraan seperti sekarang ini, mereka cukup berjalan kaki saja
walaupun jalan yang akan ditempuh cukup jauh, memakan waktu berbulan-bulan
berminggu-minggu, berhari-hari. Mereka tak gentar, tak putus asa, semua mereka
jalani dengan hati yang senang, gembira, tak pernah mereka mengeluh, tak pernah
mereka menggerutu karena lelah, tetapi mereka tetap berjuang pokoknya bias
sampai di tempat tujuan.
d. Wacana
Prosedural
Wacana
prosedural merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan
yang tidak boleh dibolak-balik unsurnya, karena urgensi unsur yang
lebih dahulu menjadi landasan unsur berikutnya. Wacana itu biasanya disusun
untuk menjawab pertanyaan bagaimana mengerjakan sesuatu, misalnya membuat kue,
mempersiapkan makanan, perawatan tanaman, merawat alat-alat rumah tangga yang
memerlukan prosedur atau mengaktifkan komputer.
Contoh:
Cara
membuat Martabak Manis
Bahan-bahan
250
gram tepung terigu; 375 cc santan, hangatkan sebentar; 150 gram gula pasir; 2
butir telur 1 sendok the gist/ragi instant; ¼ sendok the soda kue;50 gram
kacang tanah (sangrai, kupas, cincang); 50 gram biji wijen, sangrai; 50 gram
coklat/meisjes;50 cc susu kental manis.
Cara
mengolah
1. Masukkan
ragi ke dalam santang hangat, aduk sampai larut dan berbusa, sisihkan.
2. Campur
tepung terigu dengan gula, buat lubang ditengahnya, lalu isi dengan telur.
3. Aduk
sambil dituangi larutan santan sampai rata dan gula larut.
4. Masukkan
soda kue, aduk kembali, biarkan sekitar 15 menit di tempat hangat.
5. Panaskan
penggorengan,olesi dengan margarine.
6. Tang
adonan, tunggu sampai naik.
7. Sebelum
permukaanya mongering, taburi dengan sebagian kacang tanah, wijen, gula pasir ,
coklat/meisjes, dan susu kental manis.
8. Lipat
menjadi dua, angkat.
9. Sajikan
hangat.
e. Wacana
Hortotorik
Wacana
hortotorik adalah tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasehat,
kadang-kadang tuturan itu bersifat memperkuat keputusan atau agar
lebih meyakinkan. Sedangkan tokoh penting di dalamnya adalah orang II. Wacana
tidak disusun bersarkan urutan waktu tetapi merupakan hasil atau produksi suatu
waktu.
Contoh:
Nasehat
orang tua kepada anaknyayang akan memulai wirausaha
“Kaudengar
pesan bapakmu dalam meniti wirausaha, harta terbesar untuk mempertahankan
kemampuan wirausaha adalah sikap positif. Disamping itu, tekad, pengalaman,
ketekunan dan bekerja keras adalah prasyarat pokok untuk menjadi seorang
wirusahawan yang berhasil. Satu lagi anakku, sikap mentalyang tepat
terhadap pekerjaan sangatlah penting. Para wirausaha yang berhasil menikmati
pekerjaan mereka dan berdedikasi total terhadap apa yang mereka lakukan. Sikap
mental positif mereka mengubah pekerjaan mereka menjadi pekerjaan yang
menggairahkan, menarik dan member kepuasan.”
Sebuah
wacana dalam bahasa Bugis sebagai berikut:
Resopa
temmangingi malomo naletei pammase dewata.
Artinya:
“Orang yang bekerja keras atau tidak putus asa akan mendapat rejeki dari Allah
SWT”.
Wacana
hortotorik juga tampak dalam iklan baik secara lisan maupun secara tertulis.
C. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian dalam pembahasan di atas, maka kami menyimpulkan beberapa hal, yaitu:
1. Wacana
dapat berupa rangkaian ujar lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur.
2. Wacana
mengungkapkan suatu hal atau subjek.
3. Sebuah
wacana memiliki satu kesatuan misi dalam rangkain itu.
4. Sebuah
wacana penyajiannya harus teratur,sistematis, koheren, lengkap dengan semua
situasi pendukungnya.
5. Jenis
wacana yaitu:
a. Narasi
b. Deskripsi
c. Eksipositori
d. Prosedural
e. Hortotorik
2.
Paragraf
Paragraf
menurut kamus linguistik adalah bagian dari wacana yang mengungkapkan pikiran
atau hal tertentu yang lengkap tetapi masih berkaitan dengan isi seluruh
wacana. Paragraf dapat terdiri dari satu atau sekelompok kalimat yang saling
berkaitan (Kridalaksana, 2008:173). Paragraf atau sering juga disebut alinea
merupakan bagian dari suatu karangan yang penulisannya dimulai dengan baris
baru dan merupakan suatu kesatuan pikiran yang berisikan satu ide pokok dalam
rangkaian kalimat-kalimat. Jadi paragraf merupakan kumpulan beberapa kalimat
yang mengandung satu ide pokok dan merupakan bagian dari sebuah karangan utuh
yang mendukung topik pembicaraan karangan tersebut.
Dalam
satu paragraf terdapat satu kalimat utama dan satu atau lebih kalimat penjelas.
Seperti halnya wacana, setiap kalimat yang berurutan harus memiliki hubungan
timbal balik dan tidak boleh saling bertentangan. Kalimat-kalimat yang menyusun
sebuah paragraf juga harus bersifat utuh dan padu seperti pada kasus wacana.
a)
Paragraf
Eksposisi : merupakan jenis paragraf yang menyajikan pengetahuan
atau informasi dengan sejelas jelasnya. Ciri cirinya :
1. dari
awal hingga akhir berupa pemaparan
2. bersifat
tidak mempengaruh
3. disertai
bukti
4. memaparkan
langkah langkah
5. memaparkan
definisi (pengertian)
b)
Paragraf
Narasi : merupakan salah satu karangan yang mengisahkan suatu
kejadian atau peristiwa berdasarkan urutan waktu. Ciri cirinya :
1. secara
umum adanya unsur perbuatan atau tindakan
2. adanya
unsur rangkaian waktu dan informatif
c)
Paragraf
Persuasi : merupakan paragraf yang berisi imbauan atau ajakan kepada
pembaca untuk bertindak atau melakukan sesuatu seperti yang diharapkan oleh
penulisnya. Ciri cirinya :
1. persuasi
bertolak dari penelitian bahwa pemikiran dapat diubah
2. harus
menimbulkan kepercayaan
3. menentukan
topik dan tujuan
d)
Paragraf
Argumentasi : jenis paragraf yang mengungkapkan suatu pendapat
atau fakta yang disertai dengan alasan,ulasan dan bukti yang dapat
mendukung pendapat atau fakta tersebut. Ciri cirinya :
1. tema
dan topik yang tepat
2. mendapatkan
topik topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraf
e)
Paragraf
Deskripsi : jenis paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas
dan terperinci. Ciri cirinya :
1. menggambarkan
atau melukiskan sesuatu
2. penggambaran
tersebut yang menonjol
Contoh
paragraf:
Sekarang
adalah musim panas. Di setiap sore tak ada orang yang berada di dalam rumah.
Mereka suka berjalan-jalan dan duduk di tepi jalan. Aku dan temanku sering
keluar ke bioskop musim panas. Di sana ada pohon-pohon yang rindang yang
membuat udara menjadi sejuk. Kadang filmnya kurang bagus, tetapi kami tak
mempedulikannya sebab masih banyak hiburan yang lain seperti pemandangan di
langit malam. Langit malam di musim panas sangat indah. Langit terlihat bersih
dan bintang-bintang bagaikan tersebar merata saling menampakkan sinar kecilnya.
Di sana juga sering terlihat bulan yang terlihat besar dan bersinar terang.
Sungguh ini adalah suasana yang menyenangkan.
3.
Kalimat
Kalimat
adalah sekelompok kata-kata yang menyatakan pikiran lengkap dan memiliki subjek
dan predikat. Subjek adalah sesuatu tentang mana sesuatu itu dibicarakan.
Predikat adalah sesuatu yang dikatakan tentang subjek.
Namun
pengertian di atas menjadi kurang sempurna karena satuan kebahasaan yang lain
yaitu klausa juga memiliki pengertian yang hampir sama. Perbedaan mendasar
terdapat pada intonasi. Kalimat adalah satuan lingual yang diakhiri oleh lagu
akhir selesai baik lagu akhir selesai turun maupun naik (Wijana, 2009:56).
Kalimat menjadi jelas ketika diucapkan. Kesimpulannya, kalimat adalah satuan
bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan
secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksana, 2008:103).
Ciri-ciri
kalimat adalah terdiri dari subjek, predikat, objek, dan keterangan.
MACAM-MACAM KALIMAT
1. KALIMAT LENGKAP
minimal memiliki subjek dan predikat
majas merupakan kalimat lengkap
contoh:
Andri( S ) membeli( P ) bola basket( O )
Andri( S ) pergi( P )
2. KALIMAT TIDAK LENGKAP
kalimat yang hanya memiliki subjek saja, predikat
saja, objek saja atau keterangan saja
berupa semboyan, salam, ajakan, perintah pertanyaan,
jawaban, seruan, larangan, sapaan dan kekaguman
contoh:
selamat sore!
kapan bertanding?
3. KALIMAT AKTIF
subjeknya melakukan pekerjaan atau aktifitas
predikat diawali me- atau ber-
ada 2 jenis kalimat aktif, transitif (memiliki objek)
dan intransitif (tidak memiliki objek)
contoh:
-transitif: Andri membeli bola
-intransitif: Andri berkelahi
4. KALIMAT PASIF
subjek dikenakan pekerjaan atau aktifitas
diawali awalan di- atau ter-
contoh:
bola basket itu dimasukkan oleh Andri
Contoh
kalimat:
Hai!
Ini
Budi, Budi bermain bola.
Aku
akan pergi jika hujan sudah reda.
Ketika
nenek datang, ayah sedang membaca koran dan ibu sedang memasak.
4.
Kata
Kata
adalah bentuk bebas yang terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas
yang lebih kecil lagi (Wijana, 2009:33). Berdasarkan kamus linguistik, kata
adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal
atau gabungan morfem; satuan terkecil dari leksem yang telah mengalami proses
morfologis; morfem atau kombinasi morfem yang oleh ahli bahasa dianggap sebagai
satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas (Kridalaksana,
2008: 110).
Sementara
itu, Gorys Keraf menjelaskan bahwa pengertian kata tidak dapat dipisahkan
dengan pengertian arti. Arti adalah hubungan antara tanda berupa lambang bunyi
ujaran dengan hal atau barang yang diwakilinya. Jadi kata merupakan lambang
bunyi ujaran tentang suatu hal atau peristiwa. Seperti halnya manusia yang
memiliki nama demikian juga benda dan peristiwa yang juga memiliki lambang
bunyi ujaran berupa kata yang memiliki arti atau makna.
Macam-macam
kata:
1.
Kata Kerja (Verba)
Kata kerja atau verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atautindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat.Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kalimat.
Ciri kata kerja:
1. Dapat diberi aspek waktu, seperti akan, sedang, dan telah
Contoh: akan mandi, akan tidur, sedang makan, telah pulang
2. Dapat diingkari dengan kata tidak
Contoh: tidak makan, tidak tidur.
3. Dapat diikuti oleh gabungan kata dengan + KB/KS
Contoh: Pergi dengan adik, menulis dengan cepat.
Macam-macam kata kerja (verba):
a. Verba dasar bebas, seperti: duduk, makan, mandi, minum, pergi, pulang, tidur
b. Verba turunan, terdiri atas:
1. Verba berafiks:
Contoh: ajari, bernyanyi, bertaburan.
2. Verba bereduplikasi:
Contoh: bangun-bangun, ingat-ingat, makan-makan, marah-marah.
c. Verba berproses gabung:
Contoh: bernyanyi-nyanyi, tersenyum-senyum, makan-makan.
d. Verba majemuk :
Contoh: cuci mata, campur tangan, unjuk gigi.
e. Verba transitif (kata kerja yang membutuhkan objek)
Contoh : - Saya menulis surat.
S P O
- Adik membeli balon.
S P O
f. Verba intransitif (kata kerja yang tak memerlukan objek)
Contoh : - Mereka duduk di taman.
S P K
- Anak-anak itu bersepeda di sepanjang pantai.
S P K
- Adik sedang mandi.
S P
2. Kata Sifat (Adjektiva)
Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan watak, dan tabiat orang/binatang/ benda.Kata sifat umumnya berfungsi sebagai predikat, objek dan penjelas subjek.
Ciri-ciri kata sifat:
1. Dapat diberi keterangan pembanding lebih, kurang, dan paling
Contoh: lebih indah, kurang bagus, paling kaya.
2. Dapat diberi keterangan penguat: sangat, amat, benar, terlalu, dan sekali
Contoh: sangat senang, amat keras, mahal benar, terlalu berat, sedikit sekali.
3. Dapat diingkari dengan kata tidak
Contoh: tidak benar, tidak halus, tidak sehat, dan sebagainya.
Macam-macam adjektiva:
a. Ajektiva dasar, seperti adil, afdol, bangga, baru, cemas, disiplin, anggun, bengkak.
b. Adjektiva turunan terdiri atas:
1. adjektiva berafiks
contoh: terhormat, terindah, kesakitan, kesepian, keinggris-inggrisan.
2. adjektiva bereduplikasi
contoh: muda-muda, elok-elok, cantik-cantik.
3. adjektiva berafiks –i, -wi, -iah
contoh: abadi, duniawi, insani, ilmiah, rohaniah, surgawi.
Kata kerja atau verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atautindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat.Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kalimat.
Ciri kata kerja:
1. Dapat diberi aspek waktu, seperti akan, sedang, dan telah
Contoh: akan mandi, akan tidur, sedang makan, telah pulang
2. Dapat diingkari dengan kata tidak
Contoh: tidak makan, tidak tidur.
3. Dapat diikuti oleh gabungan kata dengan + KB/KS
Contoh: Pergi dengan adik, menulis dengan cepat.
Macam-macam kata kerja (verba):
a. Verba dasar bebas, seperti: duduk, makan, mandi, minum, pergi, pulang, tidur
b. Verba turunan, terdiri atas:
1. Verba berafiks:
Contoh: ajari, bernyanyi, bertaburan.
2. Verba bereduplikasi:
Contoh: bangun-bangun, ingat-ingat, makan-makan, marah-marah.
c. Verba berproses gabung:
Contoh: bernyanyi-nyanyi, tersenyum-senyum, makan-makan.
d. Verba majemuk :
Contoh: cuci mata, campur tangan, unjuk gigi.
e. Verba transitif (kata kerja yang membutuhkan objek)
Contoh : - Saya menulis surat.
S P O
- Adik membeli balon.
S P O
f. Verba intransitif (kata kerja yang tak memerlukan objek)
Contoh : - Mereka duduk di taman.
S P K
- Anak-anak itu bersepeda di sepanjang pantai.
S P K
- Adik sedang mandi.
S P
2. Kata Sifat (Adjektiva)
Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan watak, dan tabiat orang/binatang/ benda.Kata sifat umumnya berfungsi sebagai predikat, objek dan penjelas subjek.
Ciri-ciri kata sifat:
1. Dapat diberi keterangan pembanding lebih, kurang, dan paling
Contoh: lebih indah, kurang bagus, paling kaya.
2. Dapat diberi keterangan penguat: sangat, amat, benar, terlalu, dan sekali
Contoh: sangat senang, amat keras, mahal benar, terlalu berat, sedikit sekali.
3. Dapat diingkari dengan kata tidak
Contoh: tidak benar, tidak halus, tidak sehat, dan sebagainya.
Macam-macam adjektiva:
a. Ajektiva dasar, seperti adil, afdol, bangga, baru, cemas, disiplin, anggun, bengkak.
b. Adjektiva turunan terdiri atas:
1. adjektiva berafiks
contoh: terhormat, terindah, kesakitan, kesepian, keinggris-inggrisan.
2. adjektiva bereduplikasi
contoh: muda-muda, elok-elok, cantik-cantik.
3. adjektiva berafiks –i, -wi, -iah
contoh: abadi, duniawi, insani, ilmiah, rohaniah, surgawi.
Adjektiva
deverbalisasi, misalnya: melengking, terkejut, menggembirakan, meluap.
Adjektiva
denominalisasi, misalnya: berapi-api, berbudi, budiman, kesatria, berbusa.
Adjektiva
de-adverbialisasi, misalnya : bersungguh-sungguh, berkurang, bertambah.
Adjektiva
denumeralia, misalnya: manunggal, mendua, menyeluruh.
Adjektiva
de-interjeksi, misalnya: aduhai, sip, asoy.
Adjektiva
majemuk, misalnya: panjang tangan, buta huruf, lupa daratan, tinggi hati.
Adjektiva
eksesif (berlebih-lebihan), misalnya :alangkah gagahnya, bukan main kuatnya,
Maha kuasa.3. Kata Keterangan (Adverbia)
Kata
keterangan atau adverbia adalah kata yang memberi keterangan
pada
verba, adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat.
3. Kata Keterangan (Adverbia)
Macam-macam adverbia:
Adverbia
dasar bebas, misalnya: alangkah, agak, akan, amat, nian, niscaya, tidak,
paling,
pernah,
pula, saja, saling.
b. Adverbia turunan terbagi atas:
1. Adverbia reduplikasi, misalnya: agak-agak, lagi-lagi, lebih-lebih,paling-paling.
2. Adverbia gabungan, misalnya: belum boleh, belum pernah, atau tidak mungkin.
3. Adverbia yang berasal dari berbagai kelas, misalnya: terlampau, agaknya, harusnya,
sebaiknya, sebenarnya, secepat-cepatnya.
4. Kata Benda (Nomina), Kata Ganti (Pronomina), Kata Bilangan (Numeralia)
a. Kata Benda (Nomina)
Kata benda atau nomina adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun abstrak).Kata benda berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
Ciri-ciri kata benda:
1. Dapat diingkari dengan kata bukan.
Contoh : bukan gula, bukan rumah, bukan mimpi, bukan pengetahuan.
2. Dapat diikuti dengan gabungan kata yang + KS (kata sifat) atau yang sangat + KS
Contoh : buku yang mahal, pengetahuan yang sangat penting, orang yang baik.
Macam-macam nomina:
b. Adverbia turunan terbagi atas:
1. Adverbia reduplikasi, misalnya: agak-agak, lagi-lagi, lebih-lebih,paling-paling.
2. Adverbia gabungan, misalnya: belum boleh, belum pernah, atau tidak mungkin.
3. Adverbia yang berasal dari berbagai kelas, misalnya: terlampau, agaknya, harusnya,
sebaiknya, sebenarnya, secepat-cepatnya.
4. Kata Benda (Nomina), Kata Ganti (Pronomina), Kata Bilangan (Numeralia)
a. Kata Benda (Nomina)
Kata benda atau nomina adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun abstrak).Kata benda berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
Ciri-ciri kata benda:
1. Dapat diingkari dengan kata bukan.
Contoh : bukan gula, bukan rumah, bukan mimpi, bukan pengetahuan.
2. Dapat diikuti dengan gabungan kata yang + KS (kata sifat) atau yang sangat + KS
Contoh : buku yang mahal, pengetahuan yang sangat penting, orang yang baik.
Macam-macam nomina:
Nomina
bernyawa, misalnya: Umar, Abdullah, nenek, nona, ayah, kerbau, ayam.
Nomina
tak bernyawa, misalnya: nama lembaga, hari, waktu, daerah, bahasa.
Nomina
terbilang, misalnya: kantor, rumah, orang, buku.
Nomina
tak terbilang, misalnya: udara, kebersihan, kemanusiaan.
Nomina
kolektif, misalnya: cairan, asinan, buah-buahan, kelompok.
Nomina
ukuran, misalnya: pucuk, genggam, batang, kilogram, inci.
Nomina
dari proses nominalisasi, misalnya: keadilan, kenaikan, pembicara,
pemotong, anjuran, simpulan, pengumuman, pemberontakan.
Nominalisasi
dengan si dan sang, misalnya: si kecil, si manis, sang kancil, sang
dewi.
Nominalisasi
dengan yang, misalnya: yang lari, yang berbaju, yang cantik.
b. Kata
Ganti (Pronomina)
Kata ganti atau pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacupada nomina lain. Pronomina berfungsi untuk mengganti kata benda ataunomina.
Macam-macam pronomina:
Ada tiga macam pronomina dalam bahasa Indonesia, yakni (1) pronominal persona, (2) pronomina penunjuk (3) pronomina penanya.
1. Pronomina Persona
Kata ganti atau pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacupada nomina lain. Pronomina berfungsi untuk mengganti kata benda ataunomina.
Macam-macam pronomina:
Ada tiga macam pronomina dalam bahasa Indonesia, yakni (1) pronominal persona, (2) pronomina penunjuk (3) pronomina penanya.
1. Pronomina Persona
Pronomina
reduplikasi, misalnya: kita-kita, dia-dia, dan beliau-beliau.
Pronomina
berbentuk frasa, misalnya: kamu sekalian, aku ini, dia itu.
Pronomina
takrif, terbatas pada pronomina persona (orang) misalnya:
Pronomina
persona I (kata ganti orang I) : saya, aku (tunggal),
dan
kami, kita (jamak)
Pronomina
persona II (kata ganti orang II) : kamu, engkau, Anda (tunggal), dan kalian,
Anda sekalian (jamak)
Pronomina
persona III (kata ganti orang III) : ia, dia, beliau (tunggal), dan mereka
(jamak)
Pronomina
tak takrif, tidak menunjuk pada orang atau benda tertentu, misalnya : sesuatu,
seseorang, barang siapa, siapa, apa-apa, anu, dan masing-masing sendiri.
2.
Pronomina Penunjuk
Pronomina Penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga macam.
Pronomina Penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga macam.
Pronomina
penunjuk umum: ini, itu, dan anu.
Pronomina
penunjuk tempat: sini, situ, atau sana.
Pronomina
penunjuk ihwal: begini dan begitu.
Pronomina
Penanya :
Pronomina penanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan.Contoh: siapa, apa, mana, mengapa, kapan, dimana, bagaimana, dan berapa.
c. Kata Bilangan (Numeralia)
Kata bilangan atau numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya orang, binatang, dan benda.
Numeralia utama (kardinal), terdiri atas:
Pronomina penanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan.Contoh: siapa, apa, mana, mengapa, kapan, dimana, bagaimana, dan berapa.
c. Kata Bilangan (Numeralia)
Kata bilangan atau numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya orang, binatang, dan benda.
Numeralia utama (kardinal), terdiri atas:
Bilangan
penuh, misalnya: satu, dua, tiga, puluh, ribu, juta.
Bilangan
pecahan, misalnya: sepertiga, duapertiga, lima perenam.
Bilangan
gugus, misalnya: selikur (21), lusin, gros, kodi, atau ton.
Numeralia
tingkat, yaitu numeralia yang menunjukkan urutan atau struktur
Misalnya:
pertama, kesatu, kedua, keempat, ketiga belas.
Numeralia kolektif, numeralia yang terbentuk oleh afiksasi, misalnya : ketiga (ke + Num),
ribuan, ratusan (Num + -an), beratus-ratus, dan bertahun-tahun (ber- + Num)
5. Kelompok Kata Tugas
Kata tugas terdiri atas:
a. Kata Sandang (Artikel)
Kata sandang atau artikel adalah kata yang mendampingi kata benda atau yang
membatasi makna jumlah orang atau benda.
Macam-macam artikel:
a). Artikula/artikel bermakna tunggal, misalnya: sang guru, sang suami, sang juara.
b). Artikula/artikel bermakna jamak, misalnya: para petani, para guru, para ilmuwan.
c). Artikula/artikel bermakna netral, misalnya: si hitam manis, si dia, si terhukum.
d).Artikula/artikel bermakna khusus, misalnya: Sri Baginda, Sri Ratu, Sri Paus (gelar
kehormatan), Hang Tuah, dan Dang Halimah (panggilan pria dan wanita dalam sastra
lama)
b. Kata Depan (Preposisi)
Kata depan atau preposisi adalah kata yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat, atau kata kerja untuk membentuk gabungan kata depan(frasa preposisional).
Macam-macam preposisi:
a). Preposisi dasar, misalnya: di , ke, dari, akan, antara, kecuali, bagi, dalam, daripada, tentang, pada, tanpa, untuk, demi, atas, depan, dekat.
b). Preposisi turunan, terdiri atas:
(a). gabungan preposisi dan preposisi, misalnya : di depan, ke belakang, dari muka.
(b). gabungan preposisi + preposisi + non-preposisi, misalnya : di atas rumah, dari
tengah-tengah kerumunan.
(c). gabungan preposisi + kelas kata + preposisi + kelas kata, misalnya dari rumah ke
jalan, dari Bogor sampai Jakarta, dari pagi hingga petang.
(d). Preposisi yang menunjukkan ruang lingkup, misalnya sekeliling, sekitar, sepanjang,
seputar.
c. Kata Hubung (Konjungsi)
Kata hubung atau konjungsi adalah kata yang berfungsi menghubungkan dua kata atau dua kalimat.
Macam-macam konjungsi:
Numeralia kolektif, numeralia yang terbentuk oleh afiksasi, misalnya : ketiga (ke + Num),
ribuan, ratusan (Num + -an), beratus-ratus, dan bertahun-tahun (ber- + Num)
5. Kelompok Kata Tugas
Kata tugas terdiri atas:
a. Kata Sandang (Artikel)
Kata sandang atau artikel adalah kata yang mendampingi kata benda atau yang
membatasi makna jumlah orang atau benda.
Macam-macam artikel:
a). Artikula/artikel bermakna tunggal, misalnya: sang guru, sang suami, sang juara.
b). Artikula/artikel bermakna jamak, misalnya: para petani, para guru, para ilmuwan.
c). Artikula/artikel bermakna netral, misalnya: si hitam manis, si dia, si terhukum.
d).Artikula/artikel bermakna khusus, misalnya: Sri Baginda, Sri Ratu, Sri Paus (gelar
kehormatan), Hang Tuah, dan Dang Halimah (panggilan pria dan wanita dalam sastra
lama)
b. Kata Depan (Preposisi)
Kata depan atau preposisi adalah kata yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat, atau kata kerja untuk membentuk gabungan kata depan(frasa preposisional).
Macam-macam preposisi:
a). Preposisi dasar, misalnya: di , ke, dari, akan, antara, kecuali, bagi, dalam, daripada, tentang, pada, tanpa, untuk, demi, atas, depan, dekat.
b). Preposisi turunan, terdiri atas:
(a). gabungan preposisi dan preposisi, misalnya : di depan, ke belakang, dari muka.
(b). gabungan preposisi + preposisi + non-preposisi, misalnya : di atas rumah, dari
tengah-tengah kerumunan.
(c). gabungan preposisi + kelas kata + preposisi + kelas kata, misalnya dari rumah ke
jalan, dari Bogor sampai Jakarta, dari pagi hingga petang.
(d). Preposisi yang menunjukkan ruang lingkup, misalnya sekeliling, sekitar, sepanjang,
seputar.
c. Kata Hubung (Konjungsi)
Kata hubung atau konjungsi adalah kata yang berfungsi menghubungkan dua kata atau dua kalimat.
Macam-macam konjungsi:
Konjungsi
penambahan, misalnya: dan, dan lagi, tambahan lagi, lagi pula.
Konjungsi
urutan, misalnya: lalu, lantas, kemudian, setelah itu.
Konjungsi
pilihan, misalnya: atau
Konjungsi
perlawanan, misalnya: tetapi, sedangkan, namun, sebaliknya, padahal.
Konjungsi
menyatakan waktu, misalnya: ketika, sejak, saat, dan lain-lain
Konjungsi
sebab-akibat, misalnya: sebab, karena, karena itu, akibatnya dan lain-lain
Konjungsi
persyaratan, misalnya: asalkan, jikalau, kalau, dan lain-lain
Konjungsi
pengandaian, misalnya: andaikata, andaikan, seandainya, seumpamanya.
Konjungsi
harapan/tujuan, misalnya: agar, supaya, hingga.
Konjungsi
perluasan, misalnya: yang
Konjungsi
pengantar objek, misalnya: bahwa
Konjungsi
penegasan, misalnya: bahkan dan malahan
Konjungsi
pengantar wacana, misalnya: adapun, maka, jadi.
d.
Partikel
Partikel adalah kategori atau unsur yang bertugas memulai,mempertahankan, atau mengukuhkan sebuah kalimat dalam komunikasi.
Unsur ini digunakan dalam kalimat tanya, perintah dan pernyataan (berita).
Macam-macam partikel:
a). kah, misalnya: Apakah Bapak Ahmadi sudah datang?
b). kan, misalnya: Tadi kan sudah dikasih tahu!
c). deh, misalnya: Makan deh, jangan malu-malu.
d). lah, misalnya: Tidurlah hari sudah malam!
e). dong, misalnya: Bagi dong kuenya.
f). kek, misalnya: cepetan kek, lama sekali.
g). pun, misalnya: Membaca pun ia tak bisa.
h). toh, misalnya: Saya toh tidak merasa bersalah.
Partikel adalah kategori atau unsur yang bertugas memulai,mempertahankan, atau mengukuhkan sebuah kalimat dalam komunikasi.
Unsur ini digunakan dalam kalimat tanya, perintah dan pernyataan (berita).
Macam-macam partikel:
a). kah, misalnya: Apakah Bapak Ahmadi sudah datang?
b). kan, misalnya: Tadi kan sudah dikasih tahu!
c). deh, misalnya: Makan deh, jangan malu-malu.
d). lah, misalnya: Tidurlah hari sudah malam!
e). dong, misalnya: Bagi dong kuenya.
f). kek, misalnya: cepetan kek, lama sekali.
g). pun, misalnya: Membaca pun ia tak bisa.
h). toh, misalnya: Saya toh tidak merasa bersalah.
FRASA
Frasa
adalah bagian kalimat yang terbentuk dari dua kata atau lebih yang hanya
menduduki satu fungsi atau jabatan di dalam kalimat.Di dalam kalimat terdapat
subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K), dan pelengkap (pel).
Contoh :
- Dokter membaca buku.
S P O
- Dokter muda sedang membaca buku cerita.
S P O
- Dokter muda ganteng sedang asyik membaca buku cerita komik.
S P O
Frasa dibedakan atas:
1. Frasa nominal: frasa yang unsur pusatnya kata benda.
Contoh : - kamar anak
- buku gambar
2. Frasa verbal: frasa yang unsur pusatnya kata kerja.
Contoh : - sedang tidur
- telah belajar
3. Frasa adjektival: frasa yang unsur pusatnya kata sifat.
Contoh: - cukup pintar
- agak lambat
4. Frasa adverbial: frasa yang unsur pusatnya kata keterangan.
Contoh: - pagi sekali
- sangat tekun
5. Frasa preposisional (kata depan): frasa yang terdiri dari unsur kata depan dan kata benda.
Contoh: - di kota
- dari kantor - See more at: http://deden-arpega.blogspot.com/2013/09/jenis-jenis-kata-dalam-bahasa-indonesia.html#sthash.LeWDqSZw.dpuf
Contoh :
- Dokter membaca buku.
S P O
- Dokter muda sedang membaca buku cerita.
S P O
- Dokter muda ganteng sedang asyik membaca buku cerita komik.
S P O
Frasa dibedakan atas:
1. Frasa nominal: frasa yang unsur pusatnya kata benda.
Contoh : - kamar anak
- buku gambar
2. Frasa verbal: frasa yang unsur pusatnya kata kerja.
Contoh : - sedang tidur
- telah belajar
3. Frasa adjektival: frasa yang unsur pusatnya kata sifat.
Contoh: - cukup pintar
- agak lambat
4. Frasa adverbial: frasa yang unsur pusatnya kata keterangan.
Contoh: - pagi sekali
- sangat tekun
5. Frasa preposisional (kata depan): frasa yang terdiri dari unsur kata depan dan kata benda.
Contoh: - di kota
- dari kantor - See more at: http://deden-arpega.blogspot.com/2013/09/jenis-jenis-kata-dalam-bahasa-indonesia.html#sthash.LeWDqSZw.dpuf
Contoh
kata: makan, rumah, pakaian.
5.
Morfem
Morfem
adalah satuan gamatikal terkecil yang berperan sebagai pembentuk kata (Wijana,
2009:33). Sebagai pembentuk kata morfem merupakan satuan kebahasaan yang
terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian
bermakna yang lebih kecil (Kridalaksana, 2008:157). Dalam bahasa Indonesia
morfem juga dapat berupa imbuhan.
Dalam
morfem dikenal istilah morfem dasar yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri
seperti lari, datang, tidur, dsb. Ada juga morfem terikat yaitu morfem yang
tidak dapat berdiri sendiri seperti awalan ber-, me(N-),
akhiran –kan, -i, dsb. selain itu dikenal juga istilah morfem dasar
yaitu bentuk yang merupakan dasar pembentukan kata polimorfemik (kata yang
terdiri dari lebih dari satu morfem) misalnya rumah, alat, meja, dsb.
Sebuah
morfem dasar dengan sendirinya sudah membentuk kata. Namun sebaliknya, konsep
kata tidak saja meliputi morfem dasar tetapi juga meliputi semua bentuk
gabungan antara morfem dasar dengan morfem terikat atau morfem dasar dengan
morfem dasar.
Fungsi Morfem
Dalam Bahasa Indonesia
FUNGSI MORFEM IMBUHAN
• Pembentuk
kelas kata benda:
§ {peN-}→{peN-}+{besar}(KS)
= pembesar
(KB)
§ {per-}→{per-}+{tapa}(KK)
= pertapa
(KB)
§ {pe-}→{pe-}+{lari}(KK)
=
pelari
(KB)
§ {peN-an}→
{peN-an}+{gali}(KK) =penggalian
(KB)
§ {per-an}→
{per-an}+{baik}(KS) = perbaikan
(KB)
§ {ke-an}→
{ke-an}+{bersih}(KS) = kebersihan
(KB)
§ {-an}→
{-an}+{makan}(KK)
=
makanan
(KB)
§ {-wan}→{-wan}+{olahraga}(KK)
= olahragawan (KB)
§ {-el-}→
{-el-}+{tunjuk}(KK) =
telunjuk
(KB)
• Pembentuk
Kata Kerja :
§ {meN-}→
{meN-}+{cangkul}(KB) =mencangkul
§ {ber-}
→ {ber-}
+{layar}(KB)
=berlayar
§ {di-}
→ {di-}+
{paku}(KB)
=dipaku
§ {ter-}
→ {ter-}
+{pahat}(KB)
=terpahat
§ {meN-kan}
→{meN-kan} +{tinggi}(KS)=meninggikan
§ {di-kan}
→ {di-kan} +{besar}(KS) =dibesarkan
§ {di-i}
→ {di-i}
+{marah}(KS)
=dimarahi
§ {ter-kan}
→{ter-kan} +{sisih}(KB) =tersisihkan
§ {ke-an}
→ {ke-an}
+{dingin}(KS)
=kedinginan
§ {meN-i}
→ {meN-i}+{sayang}(KS) =menyayangi
§ {ter-i}
→ {ter-i} +{pagar}(KB)
=terpagari
• Pembentuk
Kata Sifat :
§ {meN-}→
{meN-}+{kantuk}(KK)
=mengantuk
§ {ber-}
→ {ber-}
+{satu}(KB)
=bersatu
§ {ter-}
→ {ter-}
+{ikat}(KK)
=terikat
§ {peN-}
→ {peN-}
+{takut}(KS)
=penakut
§ {ke-an}
→ {ke-an}
+{girang}(KS)
=kegirangan
§ {-em-}
→ {-em-}
+{getar}(KB)
=gemetar
FUNGSI
MORFEM ULANG
1. Morfem
ulang sebagai pembentuk kata benda
Bentuk yang akan
dibedakan bisa disebut mengalami proses nominalisasi lazimnya berkelas kata
kerja, terutama kata kerja yang sudah berafiks. Tetapi, tidak sembarang kata
kerja berafiks yang diulang mampu mengubah kelas kata kerja ke kata benda.
Misalnya, kataberjalan adalah kata kerja. Diulang
menjadiberjalan-jalan, hasilnya tetap kata kerja. Begitu
juga memijit, meski diulang sehingga menjadimemijit-mijit, kelasnya tetap
saja: kata kerja. Perulangan yang mampu mengubah kelas di antaranya sebagai
berikut.
Bentuk Dasar
|
Kelas Kata
|
Bentuk Ulang
|
Kelas Kata
|
menjahit
|
kata kerja
|
jahit-menjahit
|
kata benda
|
berbaris
|
kata kerja
|
baris-berbaris
|
kata benda
|
menulis
|
kata kerja
|
tulis-menulis
|
kata benda
|
memotret
|
kata kerja
|
potret-memotret
|
kata benda
|
berhias
|
kata kerja
|
hias-berhias
|
kata benda
|
Tidak semua
kontruksi macam jahit-menjahitbisa mengubah kelas.
Kata pukul-memukul, bentak-membentak, tarik-menarik, seret-menyeret,
tembak-menembak, misalnya, kelas katanya tetap saja, sama dengan bentuk
dasarnya, yaitu memukul, membentak, menarik,
menyeret, dan menembak, yakni kelas kata kerja. Sementara,
rasa-rasanya bisa ditarik suatu simpulan bahwa kata ulang yang bermakna ‘saling
berbalasan’ atau ‘resiprokal’ tidak mengubah kelas kata bentuk dasarnya.
2. Morfem
ulang sebagai pembentuk kata tugas/ sarana
Dalam
tuturan Anaknya cantik-cantik dan gurunya
galak-galak. Cantik-cantik dan galak-galak tetap berkelas
kata sifat seperti bentuk dasarnya, yaitu cantik dan galak. Akan
tetapi, berbeda persoalannya dalam contoh di bawah ini.
Bentuk Dasar
|
Kelas Kata
|
Bentuk Ulang
|
Kelas Kata
|
cepat
|
kata sifat
|
cepat-cepat
‘dengan cepat’
|
kata tugas
|
jauh
|
kata sifat
|
jauh-jauh
‘sampai jauh
|
kata tugas
|
masak (buah)
|
kata sifat
|
masak-masak
(pikir)
|
kata tugas
|
jelas
|
kata sifat
|
jelas-jelas
‘pasti’
|
kata tugas
|
mula ‘awal’
|
kata benda
|
mula-mula
‘pada awalnya’
|
kata tugas
|
benar
|
kata sifat
|
benar-benar
|
kata tugas
|
sampai
|
kata kerja
|
sampai-sampai
|
kata tugas
|
Terdapat bentuk
yang menurut Dr.Bambang Kaswanti Purwo, linguis cemerlang Unika Atma Jaya,
disebut konstruksi adverbial (Purwo, 1986:41-47). Pendeknya, bisa dikatakan
bahwa tak sembarang reduplikasi membuahkan kelas kata baru. Misalnya
pada lebih-lebih, tidak-tidak,kalau-kalau, dan sebagainya.
C. Fungsi
Morfem Konstruksi Majemuk
Kata tanah adalh suatu kata benda, air juga termasuk kata benda juga. Bentuk
majemuknya, tanah air juga berkelas kata benda. Contoh serupa dengannya adalah
darah daging, kutu buku, doa restu, dan sebagainya.
Halnya tidak demikian dalam kata majemuk sepak terjang, misalnya sepak dan
terjang adalah kata kerja, tetapi sepak terjang berkelas kata benda. Contoh
lainnya suka duka yang berkelas kata benda; padahal bentuk suka dan duka adalah
masuk pada kelas kata sifat.
Dalam contoh kambing hitam, kambing adalah kata benda dan hitam merupakan kata
sifat. Namun setelah kedua unsur tersebut berpadu, kelas kambing-lah yang
menang.
Bisa disimpulkan
bahwa morfem dalam konstruksi majemuk bisa berubah kelas katanya. Perubahan itu
diakibatkan oleh penggabungan unsur-unsurnya. Kelas kata majemuk, disamping
bisa sama persis dengan kedua unsurnya, bisa pula sama dengan salah satui
unsurnya, bahkan berbeda sama sekali dari unsur-unsurnya.
Contoh
morfem
{kerja},
{pergi}, {juang}, {ber-}, {per-}, {per-an}
6.
Fonem
Fonem
adalah bunyi-bunyi yang berpotensi sebagai pembeda makna (Wijana, 2009:22).
Salah satu cara menentukan sebuah fonem dalam sebuah sistem bahasa adalah
dengan pasangan minimal. Pasangan minimal adalah dua buah kata yang memiliki
satu bunyi yang berbeda. Misalnya kata tali dan tari. Dalam kedua kata tersebut
terapat dua bunyi berbeda yaitu [l] dan [r]. Dengan demikian bunyi [l] dan [r]
dalam bahasa Indonesia adalah fonem.
1. Fonem/ᵑ/,/ñ/,/x/,dan/Š/masing-masing
dilambangka ndengan <ng>,<ny>,<kh>,dan <sy>
Contoh :
/Meƞaƞa/ :
<menganga>
/ñañi/ :
<nyanyi>
/maxluk/ :
<makhluk>
/Šarat/ :
<syarat>
2. Fonem /e/ dan
/Ə/dilambangkan<e>
Contoh :
/sate/ :
<sate>
/ide/ :
<ide>
/mƏnang/ :<menang>
/bƏrat/ :<berat>
Walaupun demikian,EYD yang digunakan
sekarang ini sudah berusaha untuk mengurangi kelemahan ejaan sebelumnya.Ejaan
van ophuijsen (dipakaitahun 1901-1947) dan ejaan Suwandi (dipakai
tahun1947-1972) lebih banyak kelemahannya.
Padaejaan van ophuijsen :
1. Fonem
/u/,/j/,/c/,/ƞ/,/ñ/,/Š/, dilambangkanduahuruf :
<oe>,<dj>,<ng>,<nj>,<ch>,<sj>
Contoh :
/untuk/ :
<oentoe’>
/jƏjak/ :<djedja’>
/cacat/ :<tjatjat>
/mƏƞaƞa/ :<menganga>
/ñañi/ :<njanji>
/maxluk/ :<machlu’>
/Šarat/ :<sjarat>
2. Fonem /k/
dilambangkan<’>
Contoh:
/tidak/ <tida’>
/maxluk/ <machlu’>
/yakni/ <ja’ni>
3. Fonem/e/ dan /Ə/
dilambangkan /e/.
Contoh:
/sate/ <sate>
/ide/ <ide>
/mƏnang/ <menang>
/bƏrat/ <berat>j
PadaEjaanSuwandi :
1) Fonem/j/ , / c /
, /ƞ/,/ñ/,/x/,dan/s/ dilambangkan<dj>,<tj>,<ng>,<nj>,<ch>,<sj>
Contoh :
/jƏjak/ /djedjak/
/cacat/ /tjatjat/
/meƞaƞa/ /menganga/
/ñañi/ <njanji>
/maxluk/ <machluk>
/Šarat/ <sjarat>
2) Fonem /e/ dan/Ə/
dilambangkan<e>
Contoh :
/sate/ <sate>
/ide/ <ide>
/mƏnang/ <menang>
/bƏrat/ <berat>
3) Fonem/f/,/v/,/z/
belumdiakuisebagaifonembahasa Indonesia sehingga
Dalampenerapannyadisesuaikankelambang-lambang yang
mirip ,yaitu<p> (untuk /f/dan /v/)dan<j> (untuk /z/).
Informasi kurang lengkap, tidak ada daftar pustaka tetapi ilmunya sangat bermanfaat.
ReplyDeleteTerimakasih