Thursday 9 October 2014

PUISI : Puisi Lama dan Puisi Baru

PUISI
Puisi dalam Bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah berarti seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Maka, Puisi adalah bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Sebahagian ahli memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas.Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
Pengertian Puisi menurut beberapa sumber:
1.      Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan
larik dan bait.
2.      Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
3.      Carlyle mengemukakan bahwa puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa, sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
4.      Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
5.      Ralph Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
6.      Putu Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
7.      Herman J. Waluyo mendefinisikan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
8.      Ada juga yang mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Yang Membedakan Puisi dari Prosa
1.      Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
2.      Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi). Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
3.      Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
4.      Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa menyatakan sesuatu secara langsung.
Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
1.      Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
2.      Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
3.      Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
4.      Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
5.      Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
A.      Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1)   Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2)   Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3)   Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4)   Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari  sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

B.      Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1)   Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2)   Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3)   Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4)   Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5)   Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6)   Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.


PUISI BARU
Puisi Lama dan Puisi Baru memiliki perbedaan-perbedaan mendasar. Puisi Baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
1. Ciri-ciri Puisi Baru
a)      Bentuknya rapi, simetris;
b)      Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
c)      Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
d)      Sebagian besar puisi empat seuntai;
e)      Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
f)       Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
2. Jenis-jenis Puisi Baru
Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
a)      Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
Ciri-ciri
Terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya.
Contoh:
Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “ Balada Matinya Aeorang Pemberontak”

b)      Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
Ciri-ciri
lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)

c)      Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
Ciri-ciri
Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)

d)      Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)

e)      Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
Berasal dari bahasa Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
f)       Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
Ciri-ciri
Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

g)      Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.
Berasal dari bahasa LatinSatura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidad penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(Rendra)

Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
a)      Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Ciri-ciri
1.      2 baris; sajak 2 seuntai
2.      Distikon (Greek: 2 baris)
3.      Rima –  aa –  bb
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)

b)      Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
Dari ; Madah Kelana
Karya : Sanusi Pane

c)      Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Ciri-ciri
1.      Quatrain (Perancis: 4 baris)
2.      Pada asalnya ada 4 rangkap
3.      Dipelopori di Malaysia oleh Mahsuri S.N.
Contoh:
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
d)      Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Ciri-ciri
Pada asalnya, rima Quint adalah /aaaaa/ tetapi kini 5 baris dalam serangkap diterima umum sebagai Quint (perubahan ini dikatakan berpunca dari kesukaran penyair untuk membina rima/aaaaa/.
Contoh:
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)

e)      Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Ciri-ciri
1.      sextet (latin: 6 baris)
2.      Dikenali sebagai ‘terzina ganda dua’
3.      Rima akhir bebas
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
f)       Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Ciri-ciri
1.      septime (Latin: 7 baris)
2.      Rima akhir bebas
        
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Muhammad Yamin)

g)      Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).
Ciri-ciri
1.      Oktaf (Latin: 8 baris)
2.      Dikenali sebagai ‘double Quatrain’

Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)

h)      Soneta, adalah puisi yang bersuara.
Ciri-ciri
1.      Terdiri atas 14 baris
2.      Terdiri atas 4 bait, yang terdiri atas 2 quatrain dan 2 terzina
3.      Dua quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan yang disebut octav.
4.      Dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang disebut isi yang disebut sextet.
5.      Bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam
6.      Sextet berisi curahan atau jawaban atau kesimpulan daripada apa yang dilukiskan dalam ocvtav, jadi sifatnya subyektif.
7.      Peralihan dari octav ke sextet disebut volta
8.      Penambahan baris pada soneta disebut koda.
9.      Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 – 14 suku kata
10.  Rima akhirnya adalah a – b – b – a, a – b – b – a, c – d – c, d – c – d.

Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).

Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)


PUISI LAMA
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
a)      Jumlah kata dalam 1 baris
b)      Jumlah baris dalam 1 bait
c)      Persajakan (rima)
d)      Banyak suku kata tiap baris
e)      Irama
 Ciri-ciri Puisi Lama
a)      Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
b)      Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
c)      Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama
a) Mantra
Ciri-ciri:
1.      Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
2.      Bersifat lisan, sakti atau magis
3.      Adanya perulangan
4.      Metafora merupakan unsur penting
5.      Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius
6.      Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
b) Pantun
Ciri – ciri :
1.      Setiap bait terdiri 4 baris
2.      Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3.      Baris 3 dan 4 merupakan isi
4.      Bersajak a – b – a – b
5.      Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6.      Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh:
Kalau ada sumur di ladang
Boleh kita menumpang mandi
Kalau ada umur yang panjang
Boleh kita berjumpa lagi
c) Karmina
Ciri-ciri karmina
1.      Setiap bait merupakan bagian dari keseluruhan.
2.      Bersajak aa-aa, aa-bb
3.      Bersifat epik: mengisahkan seorang pahlawan.
4.      Tidak memiliki sampiran, hanya memiliki isi.
5.      Semua baris diawali huruf capital.
6.      Semua baris diakhiri koma, kecuali baris ke-4 diakhiri tanda titik.
7.      Mengandung dua hal yang bertentangan yaitu rayuan dan perintah.
Contoh:
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)

d) Seloka
Ciri-ciri seloka
1.      Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair,
2.      Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris.
Contoh:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
e) Gurindam
Ciri-ciri gurindam
1.      Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian
2.      Baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
f) Syair
Ciri-ciri syair
1.      Terdiri dari 4 baris
2.      Berirama aaaa
3.      Keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair
Contoh:
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
g) Talibun
Ciri-ciri:
1.      Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
2.      Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
3.      Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
4.      Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
5.      Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu

Kaidah Kebahasaan Puisi Lama
Puisi lama mempunyai beberapa kaidah mutlak yang harus diikuti,yaitu:
1.      Jumlah baris atau jumlah kalimat dalam setiap baitnya.
2.      Jumlah suku kata dalam setiap kalimat.
3.      Rima atau persamaan bunyi.
4.      Irama.


Periodisasi Sastra Indonesia
Periodisasi sastra menurut Buyung Saleh adalah jangka yang panjang atau pendek dalam perkembangan sastra yang menunjukka ciri khas karya sastra. Periodisasi sastra Indonesia pada umumnya terbagi menjadi :
a.      Kesusastraan Lama
Karya sastra pada kesusastraan lama masih berkisar pada cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut (lisan). Hasil karya sastranya berupa dongeng, mantra, dan hikayat. Cerita pada masa ini bersifat istana sentries (mengisahkan kehidupan raja-raja).
b.      Kesusastraan Peralihan
Kesusastraan peralihan dipelopori oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Karya masa peralihan telah meninggalkan kebiasaan lama yang bersifat istana sentries menjadi karya yang lebih realistis. Hasil karya sastra yang terkenal, yaitu Hikayat Abdullah.
c.       Kesusastraan Baru
1.      Angkatan Balai Pustaka (1920—1933)
Balai Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an kegiatannya dikenal banyak pembaca (Purwoko, 2004: 143). Berawal ketika pemerintah Belanda mendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesar F.25.000 setiap tahun guna keperluan sekolah bumi putera yang ternyata justru meningkatkan pendidikan masyarakat. Commissie voor de Inlandsche School-en Volkslectuur, yang dalam perkembangannya berganti nama Balai Poestaka, didirikan dengan tujuan utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat” bagi penduduk pribumi yang menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat. Sebagai pusat produksi karya sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi signifikan (Purwoko, 2014: 147), yaitu
                                                                 i.            merekrut dewan redaksi secara selektif
                                                               ii.            membentuk jaringan distribusi buku secara sistematis
                                                             iii.            menentukan kriteria literer
                                                             iv.            mendominasi dunia kritik sastra
Pada masa ini bahasa Melayu Riau dipandang sebagai bahasa Melayu standar yang yang lebih baik dari dialek-dialek Melayu lain seperti Betawi, Jawa, atau Sumatera. Oleh karena itu, para lulusan sekolah asal Minangkabau, yang diperkirakan lebih mampu mempelajari bahasa Melayu Riau, dipilih sebagai dewan redaksi. Beberapa diantaranya adalah Armjin Pene dan Alisjahbana. Angkatan Balai Poestaka baru mengeluarkan novel pertamanya yang berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920-an. Novel yang mengangkat fenomena kawin paksa pada masa itu menjadi tren baru bagi dunia sastra. Novel-novel lain dengan tema serupa pun mulai bermunculan. Adapun ciri-ciri karya sastra pada masa Balai Poestaka, yaitu
                                                                 i.            Gaya Bahasa : Ungkapan klise pepatah/pribahasa.
                                                               ii.            Alur : Alur Lurus.
                                                             iii.            Tokoh : Plot karakter ( digambarkan langsung oleh narator ).
                                                             iv.            Pusat Pengisahan : Terletak pada orang ketiga dan orang pertama.
                                                               v.            Terdapat digresi : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting, yang dapat menganggu kelancaran teks.
                                                             vi.            Corak : Romantis sentimental.
                                                           vii.            Sifat : Didaktis (pendidikan)
                                                         viii.            Latar belakang sosial : Pertentangan paham antara kaum muda dengan kaum tua.
                                                             ix.            Peristiwa yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.
                                                               x.            Puisinya berbentuk syair dan pantun.
                                                             xi.            Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.
                                                           xii.            Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.

2.      Angkatan Pujangga Baru (1933—1942)
Pada tahun1933, Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sultan Takdir Alisjahbana mendirikan sebuah majalah yang diberi nama Poejangga Baroe. Majalah Poedjangga Baroe menjadi wadah khususnya bagi seniman atau pujangga yang ingin mewujudkan keahlian dalam berseni. Poedjangga Baroe merujuk pada nama sebuah institusi literer yang berorientasi ke aneka kegiatan yang dilakukan para penulis pemula. Majalah ini diharapkan berperan sebagai sarana untuk mengoordinasi para penulis yang hasil karyanya tidak bisa diterbitkan Balai Poestaka (Purwoko, 2004: 154).
Selain memublikasikan karya sastra, majalah ini juga merintis sebuah rubrik untuk memuat esai kebudayaan yang diilhami oleh Alisjahbana dan Armijn Pane. Kelahiran majalah Poedjangga Baroe menjadi titik tolak kebangkitan kesusastraan Indonesia.S.T. Alisjahbana, dalam artikel Menudju Masjarakat dan Kebudajaan Baru,menjelaskan bahwa sastra Indonesia sebelum abad 20 dan sesudahnya memiliki perbedaan yang didasari pada semangat keindonesiaan dan keinginan yang besar akan perubahan.
Adapun karakteristik karya sastra pada masa itu terlihat melalui roman-romannya yangsangat produktif dan diterima secara luas oleh masyarakat. Pengarang yang paling produktif yaitu Hamka dan Alisjahbana. Hamka, dalam Mengarang Roman,mengatakan Roman adalah bentuk modern dari hikayat. Roman memperhalus bahasa yang sebelumnya sangat karut marut menyerupai kalimat Tionghoa sehingga secara tidak langsung roman-roman yang ada mampu memicu minat baca masyarakat yang awalnya tidak gemar membaca.
Berdasarkan isi cerita, tema-tema yang ada memperlihatkan kecenderungan para pengarang yang membuat tokoh-tokoh dalam ceritanya berakhir pada kematian.Pengaruh Barat yang sangat kental pada perkembangan sastra Indonesia dalam periode Pujangga Baru menghasilkan beberapa perbedaan pandangan dalam kalangan sastrawan pada saat itu.Sebagai contoh, novel pertama yang diterbitkan majalah ini,Belenggu, pernah ditolak oleh Balai Pustaka karena dianggap mengandung isu tentang nasionalisme dan perkawinan yang retak. Dengan alasan didaktis, kedua isu budaya tersebut dianggap tidak cocok dengan kebijakan pemerintah kolonial.
3.      Angkatan ’45
Munculnya Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia dengan menampilkan sajak-sajak yang bernilai tinggi memberikan sesuatu yang baru bagi dunia sastra tanah air. Bahasa yang dipergunakannya adalah bahasa Indonesia yang berjiwa. Bukan lagi bahasa buku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra (Rosidi, 1965: 91). Dengan munculnya kenyataan itu, maka banyaklah orang yang berpendapat bahwa suatu angkatan kesusateraan baru telah lahir. Angkatan ini memiliki beberapa sebutan, yaitu Angkatan ’45, Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Perang, Angkatan Sesudah Perang, Angkatan Sesudah Pujangga Baru, Angkatan Pembebasan, dan Generasi Gelanggang.
Angkatan ’45 adalah angkatan yang muncul setelah berakhirnya Angkatan Pujangga Baru. Angkatan ini terbentuk karena Angkatan Pujangga Baru dianggap gagal menjalankan gagasannya. Pujangga Baru yang semula memiliki gagasan baratisasi sastra Indonesia, nyatanya hanya mentok pada belandanisasi. Dengan kata lain, tokoh-tokoh atau karya-karya seni dan sastra yang diambil sebagai acuan dan sumber inspirasi hanya berasal dari negeri Belanda saja, bukan dari penjuru Barat. Untuk meluruskan persepsi tersebut, muncullah Angkatan ’45 sebagai gantinya.
Keberadaan angkatan ini erat hubungannya dengan Surat Kepercayaan Gelanggang.Konsep humanisme universal menjadi acuan Perkumpulan Gelanggang karena mereka merasa karya-karya yang dibuat oleh Angkatan Pujangga Baru kurang realistis pada masa itu. Angkatan Pujangga Baru yang beraliran romatis dinilai terlalu utopis dan hanya mementingkan estetika. Berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru, Angkatan ’45 beraliran ekspresionisme-realistik. Karya-karya yang dihasilkan bergaya ekspresif, menggambarkan identitas si seniman dan juga realistis. Dalam hal ini, realistis berarti fungsional atau berguna untuk masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Angkatan ’45 menganut pendapat seni untuk masyarakat, sementara Pujangga Baru menganut pendapat seni untuk seni.
Tema yang banyak diangkat dalam karya-karya seni Angkatan ’45 adalah tema tentang perjuangan kemerdekaan. Dari karya-karya bertemakan perjuangan itulah amanat yang menyatakan bahwa perjuangan mencapai kemerdekaan tak hanya dapat dilakukan melalui politik atau angkat senjata, tetapi perjuangan juga dapat dilakukan melalui karya-karya seni. Angkatan ’45 mulai melemah ketika sang pelopor, Chairil Anwar, meninggal dunia. Selain itu, Asrul Sani, yang juga merupakan salah satu pelopor mulai menyibukkan diri membuat skenario film. Kehilangan akan kedua orang tersebut membuat Angkatan ’45 seolah kehilangan kemudinya. Akhirnya, masa Angkatan ’45 berakhir dan digantikan dengan Angkatan’50.
Angkatan ’45 memiliki gaya yang berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru. Gaya ini dipengaruhi oleh kondisi politik masing-masing angkatan. Angkatan Pujangga Baru memiliki gaya romantis-idealis karena pada saat itu perjuangan kemerdekaan belum sekeras yang dialami Angkatan ’45. Sementara Angkatan ’45 yang terbentuk pada saat gencarnya perjuangan kemerdekaan memilih gaya ekspresionisme-realistik agar dapat berguna dan diterima oleh masyarakat. Pada akhirnya, semua angkatan yang ada sepantasnya menyadari fungsi sosial mereka. Setiap angkatan harus memikirkan letak kebermanfaatan mereka bagi masyarakat karena mereka hidup dan tumbuh di dalam masyarakat.
4.      Angkatan 1950
Angkatan ini dikenal krisis sastra Indonesia. Sejak Chairil Anwar meninggal, lingkungan kebudayaan “Gelanggang Seniman Merdeka” seolah-olah kehilangan vitalitas. Salah satu alasan utama terhadap tuduhan krisis sastra tersebut adalah karena kurangnya jumlah buku yang terbit. Sejak tahun 1953 , Balai Pustaka yang sejak dulu bertindak sebagai penerbit utama buku-buku sastra, kedudukannya sudah tidak menentu (Rosidi, 1965: 137). Sejak saat itu aktivitas sastra hanya dalam majalah-majalah, seperti Gelanggang/Siasat, Mimbar Indonesia, Zenith, Poedjangga Baroe,dll.
Karena sifat majalah, maka karangan-karangan yang mendapat tempat terutama yang berupa sajak, cerpen, dan karangan-karangan lain yang tidak begitu panjang. Sesuai dengan yang dibutuhkan oleh majalah-majalah, maka tak anehlah kalau para pengarangpun lantas hanya mengarang cerpen, sajak, dan karangan lain yang pendek-pendek (Rosidi, 1965: 138). Hal itulah yang memunculkan istilah “sastra majalah” pada masa itu. Berikut pendapat Soeprijadi Tomodihardjo, dalam artikelnya “Sumber-Sumber Kegiatan”1
                                                            i.            Kesusastraan sedang memasuki masa krisis, masalah kualitas dan kuantitas.
                                                          ii.            Ekspansi ideologi ke dalam dunia seni mengakibatkan banyak orang meninggalkan nilai-nilai seni yang wajar, dan ideologi politik kian menguat.
                                                        iii.            Seni dan politik adalah pencampuradukan yang lahir dari kondisi masa itu.
                                                        iv.            Pada masa itu pula telah lahir organisasi-organisasi kegiatan kesenian yang mengarahkan kegiatanya pada seni sastra dan seni drama.
                                                          v.            Hal ini mengindikasikan seni mendapat perhatian.
                                                        vi.            Kesusastraan berhubungan erat dengan adanya tempat berkegiatan, Jakarta di angggap sebagai pusatnya. Anggapan ini diluruskan, Jakarta hanya sebagai pusat produksi dan publikasi
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa angkatan 1950 merupakan angkatan yang sepi oleh karya karena sastra Indonesia yang ada dianggap sudah tidak lagi memiliki identitas, kesusasteraan mengalami krisis baik kualitas maupun kuantitas karena lahirnya pesimisme dan penggunaan seni ke ranah politik yang tidak dibarengi dengan tanggung jawab.
5.      Angkatan 1966
Adalah suatu kenyataan sejarah bahwa sejak awal pertumbuhannya sastrawan-sastrawan Indonesia menunjukkan perhatian yang serius kepada politik (Rosidi, 1965: 177). Pada masa ini sastra sangat dipengaruhi oleh lembaga kebudayaan seperti Lekra dan Manikebu. Pada tahun 1961 Lekra,organ PKI yang memperjuangkan komunisme,dinyatakan sebagai organisasi kebudayaan yang memperjuangkan slogan “politik adalah panglima”. Sementara Menifes Kebudayaan merupakan sebuah konsep atau pemikiran di bidang kebudayaan dan merupakan sebuah reaksi terhadap teror budaya yang pada waktu itu dilancarkan oleh orang-orang Lekra. Manifes kebudayaan di tuduh anti-Manipol dan kontra Revolusioner sehingga harus dihapuskan dari muka bumi Indonesia. Pelarangan Manifes Kebudayaan diikuti tindakan politis yang makin memojokkan orang-orang Manifes Kebudayaan, yaitu pelarangan buku karya pengarang-pengarang yang berada di barisan. Adapun buku-buku yang pernah dilarang, antara lain Pramudya Ananta Toer, Percikan Revolusi, Keluarga Gerirya, Bukan pasar Malam ,Panggil Aku Kartini Saja , Korupsi dll; Utuy T. Sontani, Suling, Bunga Rumah makan,Orang-orang Sial, Si Kabayan dll; Bakri Siregar, Ceramah Sastra, Jejak Langkah , Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern.

Menurut H. B. Jassin, ciri-ciri karya pada masa ini adalah sebagai berikut
1.      mempunyai konsepsi Pancasila
2.      menggemakan protes sosial dan politik
3.      membawa kesadaran nurani manusia
4.      mempunyai kesadaran akan moral dan agama

6.      Angkatan 70-an sampai sekarang
Pada masa ini karya sastra berperan untuk membentuk pemikiran tentang keindonesiaan setelah mengalami kombinasi dengan pemikiran lain, seperti budaya. Ide, filsafat, dan gebrakan-gebrakan baru muncul di era ini, beberapa karya keluar dari paten dengan memperbincangkan agama dan mulai bermunculan kubu-kubu sastra populer dan sastra majalah. Pada masa ini pula karya yang bersifat absurd mulai tampak.
Di tahun 1980—1990-an banyak penulis Indonesia yang berbakat, tetapi sayang karena mereka dilihat dari kacamata ideologi suatu penerbit. Salah satu penerbit yang terkenal sampai sekarang adalah Gramedia. Gramedia merupakan penerbit yang memperhatikan sastra dan membuka ruang untuk semua jenis sastra sehingga penulis Indonesia senantiasa memiliki kreativitas dengan belajar dari berbagai paten karya, baik itu karya populer, kedaerahan, maupun karya urban. Sementara setelah masa reformasi, yaitu tahun 2000-an, kondisi sastra tanah air dapat digambarkan sebagai berikut2
                                                  i.            Kritik Rezim Orde Baru
                                                ii.            Wacana Urban dan Adsurditas
                                              iii.            Kritik Pemerintah terus berjalan
                                               iv.            Sastra masuk melalui majalah selain majalah sastra.
                                                 v.            Sastra bersanding dengan Seni Lainnya, banyak terjadi alih wahana pada jaman sekarang
                                               vi.            Karya yang dilarang terbit pada masa 70-an diterbitkan di tahun 2000-an, banyak karya Pram yang diterbitkan, karya Hersri Setiawan, Remy Sylado, dsb.
Seperti seorang anak, Sastra mengalami masa pertumbuhan. Masa pertumbuhan sastra tidak akan dewasa hingga jaman mengurungnya. Sastra akan terus menilai jaman melalui pemikiran dan karya sastrawannya. Pada tahun 1970-an, sastra memiliki karakter yang keluar dari paten normatif. Pada tahun 1980-an hingga awal 1990-an, sastra memiliki karakter yang diimbangi dengan arus budaya populer. Pada tahun 2000-an hingga saat ini, sastra kembali memiliki keragaman kahzanah dari yang populer, kritik, reflektif, dan masuk ke ranah erotika dan absurditas.


 STRUKTUR KEBAHASAAN

Berikut merupakan definisi secara ringkas tiap-tiap satuan kebahasaan.

1.      Wacana
Secara etimologis kata wacana berakar dari kata bahasa Sansekerta vacana yang berarti ‘bacaan’. Kata tersebut masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru sebagai wacanayang berarti ‘bicara’, ‘kata’, ‘ucapan’. Oleh bahasa Indonesia kata wacana diserap dengan arti ucapan, percakapan, kuliah (Baryadi, 2002: 1).
Dari situ, istilah wacana digunakan sebagai kata untuk menerjemahkan kata bahasa Inggrisdiscourse. Kata discourse sendiri berasal dari kata Latin discursus yang berarti ‘lari kian kemari’ (yang diturunkan dari dis- yang bararti ‘dari’, ‘dalam arah yang berbeda’ dan curere yang berarti ‘lari’). Kemudian discourse diartikan sebagai komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; percakapan; komunikasi secara umum; ceramah dan kotbah (Webster, 1983: 522 dalam Baryadi, 2002: 1).
Menurut kamus linguistik, wacana didefinisikan sebagai satuan kebahasaan terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (buku, ensiklopedi, novel, dll) paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 2008: 259).
Ada juga yang menyatakan bahwa wacana berarti objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menumbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas (Lull, 1998: 225). Leo Kleden menyatakan bahwa wacana sebagai ucapan dalam mana seorang pembicara menyampaikan sesuatu tentang sesuatu kepada pendengar (Kleden, 1997: 34).
            Dari semua definisi yang telah dikemukakan di atas, ada benang merah yang dapat ditarik mengenai pengertian wacana.     Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Konteks adalah sesuatu yang menyertai, bersama, dan mendukung keberadaan wacana itu sendiri. Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa.
Wacana tak sekadar kumpulan kalimat atau paragraf melainkan sebuah konstruksi yang memiliki sifat utuh (unity) dan padu (coherent). Sebuah wacana dikatakan utuh jika kalimat atau paragraf yang tersusun mendukung satu topik yang sedang dibahas. Wacana juga bersifat padu jika antar kalimat atau paragraf tersusun secara sistematis dan memiliki ikatan timbal balik. Antarkalimat atau paragraf tidak bertentangan dan merupakan suatu aliran penjelasan yang sistematis.
Jenis Wacana dari Segi Penyusunannya
Sugirah Wahid, Juanda (2006), dalam bukunya yang berjudul  Analisis Wacana, mengemukakan bahwa ada lima jenis wacana ditinjau dari segi penyusunannya, yaitu:
a.     Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata terhadap suatu tempat, benda, keadaan atau suasana. Penulis deskripsi mengharapkan pembacanya melalui tulisannya dapat melihat apa yang dilihatnya, dapat mendengar apa yang didengarnya, mencium bau apa yang diciumnya, mencicipi apa yang dimakannya, merasakan apa yang dirasakannya, serta sampai pada kesipulan yang sama dengannya. Maka itu dapat disimpulkan bahwa deskripsi merupakan hasil dari observasi melalui panca indra,yang disampaikan dengan kata-kata.
Secara garis besarnya deskripsi terbagi dalam dua jenis, yaitu:
1)   Wacana ekspositori
Wacana yang sangat logis, yang isi biasanya merupakan daftar rincian, semuanya atau yang menurut penulisnya hal yang penting-penting saja.
Contoh:
Ruang tempat kami belajar tidaklah luas,hanya 7 m x 10 m. Bangku kami berjajar teratur empat baris ke belakang. Pada dinding depan kelas tergantung papan tulis hitam 1 m x 2 m. Dua lukisan mengapitnya. Di sebelah kiri gambar Garuda Indonesia dan di sebelah kanan gambar presiden. Meja guru terdapat di pojok kiri. Alasannya berwarna cerah dan sekali seminggu diganti. Kami selalu meletakkan bunga yang segar dalam jambangan di atas meja itu, karena senang melihantnya. Di sebelah kiri kami, delapan jendelah besar memasukkan cahaya matahari dan hawa segar ke dalam kelas. Dindingnya polos, tiada hiasan, kecuali kalender dekat meja guru.

2)    Wacana Impresionistis
Wacana yang isinya lebih menenkankan impresi atau kesan penulisnya ketika melukukan observasi, atau ketika m   enuliskan impresi tersebut.
          Contoh:
          Musim kemarau yang panjang dan kering tahun in merupakan bencana bagi daerah kami. Sungai yang mengalir di tengah-tengah kota kering kerontang. Bahkan sumur pun banyak yang tidak berair lagi. Tampak berdesak orang menunggu giliran menimba air di sumur kami, satu-satunya yang tidak kering. Sawah ladang seperti hangus oleh terik matahari. Tanah pecah berbungkah-bungkah.tanaman hamper tiada yang tinggal hijau. Rumput kering kecoklat-coklatan hampir mati. Sapi, kerbau, kuda dan kambing sudah sebulan ini diungsikan ke daerah yang sungainya masih mengalir.


b.     Wacana Narasi
Wacana narasi adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian melalui suatu penonjolan tokoh pelaku (orang I atau orang III) dengan maksud memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita yang diatur melalui alur (plot).
Contoh:
Andi Ruslan benar-benar mahasiswa yang patut diteladani oleh teman sekampusnya. Otaknya yang cemerlang, dan penempilannya yang sederhana menjadikannya sahabat baik bagi mahasiswa maupun mahasiswi. Dilahirkan dari keluarga yang sederhana tidak membuatnya berkecil hati. Sejak ia kuliah pada semeter dua, perkenalannya dengan dosen dan temannya dianggapnya sebagai peluang.
Dengan kepercayaan diri yang cukup. Ruslan menawarkan jasa mengantarkan Koran dan majalah pilihan dosen dan orang tua sekampungnya.dengan jasa loper ini Ruslang membiayai kuliah dan hidupnya sehari-hari.
Sementara kuliah yang diprogramkannya diselesaikan dengan baik dari semester kesemester. Kini ia menduduki semester kedelapan. Kuliah kerja nyata diprogramkannya bersama penyusunan skripsi. Atau penyelesaian skripsi ini pun bagi Ruslang merupakan peluang. Ia sudah siap dengan bisnis baru. Bersama teman-temannya ia akan mengelolah surat kabar mingguan.     

Sebuah wacana narasi mempunyai unsur-unsur pembangun. Adapun unsur-unsur pembanguan sebuah narasi,yaitu:
1.     Alur : Kejadian, Tokoh, dan Konflik
Narasi merupakan cerita yang didasarkan pada urutan-urutan sesuatu (serangkaian  kejadian atau peristiwa). Di dalam kejadian itu ada tokoh atau beberapa tokoh, dan tokoh ini mengalami atau menghadapi suatu atau serangkain konflik atau tikaian. Kejadian ,tokoh,dan konflik ini merupakan unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya secara kesatuan biasa disebut plot atau alur. Dengan demikian adalah narasi yang berdasarkan alur.
2.     Latar
Alu ini tentulah tidak dapat terjadi suatu waktu, kekosongan. Mestilah ada waktu dan adapula tempat kejadiaan itu berlangsung. Dengan demikian kita mengatakan bahwa alur itu memunyai latar waktu dan latar tempat.
3.     Posisi Narator
Istilah point of view dala kaitannya dengan narsi bukan saja berarti sudut pandang tetapi juga lebih dalam dari itu karena menyangkut struktur gramatikal sebuah narasi. Ini menyangkut siapa yang bercerita di dalam narasi itu,dan ini sangat mempengaruhi struktur cerita itu. Oleh Karena itu, di sini poin of view itu kita terjemahkan saja dengan posisi narrator.
Dalam sebuah narasi tentulah ada yang bercerita, yang menceritakan kepada kita apa saja yang terjadi. Pada satu ujung kita melihat ada cerita yang memakai aku atau saya sebagai tokoh utama dalam cerita itu. Dengan sendirinya apa yang kita dapatkan dari cerita itu adalah apa-apayang dilihat,didengar serta dialami oleh aku itu. Jalan pikiran, pergolakan perasaan,dugaan dan kesimpulan yang dihidangkan pun berasaldari aku itu juga. Yang tidak dilihat, tidak didengar atau diketahuinya tentulah tidak bias diceritakannya kepada kita.
Jadi, narator dalam cerita ini adalah pelaku utama. Narasi seperti ini sering disebut sebagai narasi dengan posisi sebagai orang pertama atau akuan.

4.     Pola Narasi
Menurut Aristoteles (abad IV sebelum Masehi), sebuah narasi terdiri atas tiga bagaian yaitu awal, tengah dan akhir. Awal itu menurut dia haruslah seperti mata pancing dengan umpan yang lezat, sehingga begitu orang membacanya, hatinya langsung terpaut. Awal itu harus memperkenalakan tokoh-tokoh yang memainkan peranan di dalam cerita itu, serta memberikan latarbelakang yang diperlukan untuk kelancaran cerita. Di samping itu semua,awal itu harus pula menyiratkan atau memberikan lancaran bagaimana kira-kira cerita itu akan berakhir.
Bagian tengah dimulai ketika di dalam cerita itu mulai muncul konflik, tikaian atau keruwetan, yang menjurus kekonflik.  Konflik itu bisa bersifat nonfisik. Konflik ini biasanya memang diakhiri dengan sebuah ledakan yang biasa disebut klimaks. Bahkan  ada pula narasi yang akhirnya tidak dituliskan,hanya tersirat, dan pembaca dipersilakan menduga sendiri.
Itula pola narasi cara Aristoteles. Sekarang ini pun, cara itu masih bayak dipakai orang. Tetapi ada pula penulis yang mencari dan menciptakan gaya sendiri.

c.  Wacana Ekspositori
Rangkaian tuturan yang bersifat memaparkan suatu pokok pikiran disebut wacana ekspositori. Tujuan yang ingin dicapai wacana ini adalah tercapainya tingkat pemahaman terhadap sesuatu agar lebih jelas, mendalam, dan luas dari sekedar pernyataan yang bersifat global atau umum. Wacana eksipositori kadang-kadang berbentuk ilustrasi dengan contoh; berbentuk perbadingan, berbentuk uraian kronologis, dan juga berbentuk ciri (identifikasi) dengan orientasi pada materi, bukan kepada tokohnya.Wacana eksposisi lebih menekankan pada bentuk daripada isi. Isinya memang menyingkapkan sesuatu, tetapi bentuknya harus jelas.
Wacana eksposisi sebagai alat untuk menyingkapkan pikiran dan perasaan agaknya sudah banyak ditinggalkan orang. Tidak lagi kita jumpai di dalam media massa tulisan-tulisan eksposisi  murni. Namun, di sekolah-sekolah masih diajarkan, Karena eksposisi erat sekali hubungannya dengan berpikir logis dan sistematis. Di samping itu, juga karena eksposisi merupakan pola dasar penulisan ilmiah. Makalah-makalah sekolah, sampai makalah seminar serta penataran, masih dituliskan dalam bentuk eksposisi. Demikianlah pula skripsi atau bahkan disertasi.
Hal ini perlu semua dikuasai oleh siswa dan mahasiswa. Mereka perlu diajar mengambil sikap, dan dilatih untuk mendukung sikap itu dan mengutarakannya secara logis. Namun, berpikir logis dan sistematis ini hanya bias dicapai siswa jika mereka diminta menuliskan wacan eksposisi. Bukan diajarkan apa eksposisi itu, tipe ciri-cirinya, apa gunanya, dan segala hal-hal teoretis seperti itu. Mereka perlu diberikan latihan bukan teori.
Contoh:
Telah kita saksikan bersama,masalah transportasi makin lama makin berkembang, baik transportasi darat,laut maupun udara. Ketiga bentuk transportasi itu mengalami kemajuan yang pesat, sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya pada masa silam transportasi darat, laut, dan udara itu sangat sederhana, tetapi sekarang bukan main main majunya,hamper semua transportasi itu serba mewah dan canggih sesuai dengan perkembangan teknologi dewasa ini.
Kiranya sangat perlu kita telusuri perkembangan transportasi masa silam sampai dewasaini. Zaman nenek moyang kita kalau akan bepergian, mereka tidak pernah menaiki kendaraan seperti sekarang ini, mereka cukup berjalan kaki saja walaupun jalan yang akan ditempuh cukup jauh, memakan waktu berbulan-bulan berminggu-minggu, berhari-hari. Mereka tak gentar, tak putus asa, semua mereka jalani dengan hati yang senang, gembira, tak pernah mereka mengeluh, tak pernah mereka menggerutu karena lelah, tetapi mereka tetap berjuang pokoknya bias sampai di tempat tujuan.



d.  Wacana Prosedural
Wacana prosedural merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik  unsurnya, karena urgensi unsur yang lebih dahulu menjadi landasan unsur berikutnya. Wacana itu biasanya disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana mengerjakan sesuatu, misalnya membuat kue, mempersiapkan makanan, perawatan tanaman, merawat alat-alat rumah tangga yang memerlukan prosedur atau mengaktifkan komputer.
Contoh:
Cara membuat Martabak Manis
Bahan-bahan
 250 gram tepung terigu; 375 cc santan, hangatkan sebentar; 150 gram gula pasir; 2 butir telur 1 sendok the gist/ragi instant; ¼ sendok the soda kue;50 gram kacang tanah (sangrai, kupas, cincang); 50 gram biji wijen, sangrai; 50 gram coklat/meisjes;50 cc susu kental manis.

Cara mengolah
1.    Masukkan ragi ke dalam santang hangat, aduk sampai larut dan berbusa, sisihkan.
2.    Campur tepung terigu dengan gula, buat lubang ditengahnya, lalu isi dengan telur.
3.    Aduk sambil dituangi larutan santan sampai rata dan gula larut.
4.    Masukkan soda kue, aduk kembali, biarkan sekitar 15 menit di tempat hangat.
5.    Panaskan penggorengan,olesi dengan margarine.
6.    Tang adonan, tunggu sampai naik.
7.    Sebelum permukaanya mongering, taburi dengan sebagian kacang tanah, wijen, gula pasir , coklat/meisjes, dan susu kental manis.
8.    Lipat menjadi dua, angkat.
9.    Sajikan hangat.

e.     Wacana Hortotorik
Wacana hortotorik adalah tuturan yang isinya bersifat ajakan atau nasehat, kadang-kadang tuturan itu bersifat  memperkuat keputusan atau agar lebih meyakinkan. Sedangkan tokoh penting di dalamnya adalah orang II. Wacana tidak disusun bersarkan urutan waktu tetapi merupakan hasil atau produksi suatu waktu.
Contoh:
Nasehat orang tua kepada anaknyayang akan memulai wirausaha
“Kaudengar pesan bapakmu dalam meniti wirausaha, harta terbesar untuk mempertahankan kemampuan wirausaha adalah sikap positif. Disamping itu, tekad, pengalaman, ketekunan dan bekerja keras adalah prasyarat pokok untuk menjadi seorang wirusahawan yang berhasil. Satu lagi anakku, sikap mentalyang tepat terhadap pekerjaan sangatlah penting. Para wirausaha yang berhasil menikmati pekerjaan mereka dan berdedikasi total terhadap apa yang mereka lakukan. Sikap mental positif mereka mengubah pekerjaan mereka menjadi pekerjaan yang menggairahkan, menarik dan member kepuasan.”

Sebuah wacana dalam bahasa Bugis sebagai berikut:
Resopa temmangingi malomo naletei pammase dewata.
Artinya: “Orang yang bekerja keras atau tidak putus asa akan mendapat rejeki dari Allah SWT”.

Wacana hortotorik juga tampak dalam iklan baik secara lisan maupun secara tertulis.

C.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan di atas, maka kami menyimpulkan beberapa hal, yaitu:
1.           Wacana dapat berupa rangkaian ujar lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur.
2.           Wacana mengungkapkan suatu hal atau subjek.
3.           Sebuah wacana memiliki satu kesatuan misi dalam rangkain itu.
4.           Sebuah wacana penyajiannya harus teratur,sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya.
5.           Jenis wacana yaitu:
a.           Narasi
b.           Deskripsi
c.           Eksipositori
d.           Prosedural
e.           Hortotorik


           

2.      Paragraf
Paragraf menurut kamus linguistik adalah bagian dari wacana yang mengungkapkan pikiran atau hal tertentu yang lengkap tetapi masih berkaitan dengan isi seluruh wacana. Paragraf dapat terdiri dari satu atau sekelompok kalimat yang saling berkaitan (Kridalaksana, 2008:173). Paragraf atau sering juga disebut alinea merupakan bagian dari suatu karangan yang penulisannya dimulai dengan baris baru dan merupakan suatu kesatuan pikiran yang berisikan satu ide pokok dalam rangkaian kalimat-kalimat. Jadi paragraf merupakan kumpulan beberapa kalimat yang mengandung satu ide pokok dan merupakan bagian dari sebuah karangan utuh yang mendukung topik pembicaraan karangan tersebut.
Dalam satu paragraf terdapat satu kalimat utama dan satu atau lebih kalimat penjelas. Seperti halnya wacana, setiap kalimat yang berurutan harus memiliki hubungan timbal balik dan tidak boleh saling bertentangan. Kalimat-kalimat yang menyusun sebuah paragraf juga harus bersifat utuh dan padu seperti pada kasus wacana.

a)      Paragraf Eksposisi  : merupakan jenis paragraf yang menyajikan pengetahuan atau informasi dengan sejelas jelasnya. Ciri cirinya :
1.       dari awal hingga akhir berupa pemaparan
2.       bersifat tidak mempengaruh
3.       disertai bukti
4.       memaparkan langkah langkah
5.       memaparkan definisi (pengertian)

b)      Paragraf Narasi : merupakan salah satu karangan yang mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan urutan waktu.  Ciri cirinya :
1.       secara umum adanya unsur perbuatan atau tindakan
2.       adanya unsur rangkaian waktu dan informatif
c)      Paragraf Persuasi : merupakan paragraf yang berisi imbauan atau ajakan kepada pembaca untuk bertindak atau melakukan sesuatu seperti yang diharapkan oleh penulisnya. Ciri cirinya :
1.       persuasi bertolak dari penelitian bahwa pemikiran dapat diubah
2.       harus menimbulkan kepercayaan
3.       menentukan topik dan tujuan
d)      Paragraf Argumentasi :  jenis paragraf yang mengungkapkan suatu pendapat atau fakta yang disertai dengan alasan,ulasan dan bukti yang dapat mendukung pendapat atau fakta tersebut. Ciri cirinya :
1.       tema dan topik yang tepat
2.       mendapatkan topik topik yang dapat dikembangkan menjadi paragraf

e)      Paragraf Deskripsi : jenis paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Ciri cirinya :
1.       menggambarkan atau melukiskan sesuatu
2.       penggambaran tersebut yang menonjol
            Contoh paragraf:
Sekarang adalah musim panas. Di setiap sore tak ada orang yang berada di dalam rumah. Mereka suka berjalan-jalan dan duduk di tepi jalan. Aku dan temanku sering keluar ke bioskop musim panas. Di sana ada pohon-pohon yang rindang yang membuat udara menjadi sejuk. Kadang filmnya kurang bagus, tetapi kami tak mempedulikannya sebab masih banyak hiburan yang lain seperti pemandangan di langit malam. Langit malam di musim panas sangat indah. Langit terlihat bersih dan bintang-bintang bagaikan tersebar merata saling menampakkan sinar kecilnya. Di sana juga sering terlihat bulan yang terlihat besar dan bersinar terang. Sungguh ini adalah suasana yang menyenangkan.

3.      Kalimat
Kalimat adalah sekelompok kata-kata yang menyatakan pikiran lengkap dan memiliki subjek dan predikat. Subjek adalah sesuatu tentang mana sesuatu itu dibicarakan. Predikat adalah sesuatu yang dikatakan tentang subjek.
            Namun pengertian di atas menjadi kurang sempurna karena satuan kebahasaan yang lain yaitu klausa juga memiliki pengertian yang hampir sama. Perbedaan mendasar terdapat pada intonasi. Kalimat adalah satuan lingual yang diakhiri oleh lagu akhir selesai baik lagu akhir selesai turun maupun naik (Wijana, 2009:56). Kalimat menjadi jelas ketika diucapkan. Kesimpulannya, kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksana, 2008:103).
Ciri-ciri kalimat adalah terdiri dari subjek, predikat, objek, dan keterangan.

MACAM-MACAM KALIMAT
1. KALIMAT LENGKAP
minimal memiliki subjek dan predikat
majas merupakan kalimat lengkap
          contoh:     Andri( S ) membeli( P ) bola basket( O )  
                          Andri( S ) pergi( P )
2. KALIMAT TIDAK LENGKAP
kalimat yang hanya memiliki subjek saja, predikat saja, objek saja atau keterangan saja
berupa semboyan, salam, ajakan, perintah pertanyaan, jawaban, seruan, larangan, sapaan dan kekaguman
          contoh:      selamat sore!
                           kapan bertanding?
3. KALIMAT AKTIF
subjeknya melakukan pekerjaan atau aktifitas
predikat diawali me- atau ber-
ada 2 jenis kalimat aktif, transitif (memiliki objek) dan intransitif (tidak memiliki objek)
          contoh:     -transitif:    Andri membeli bola
                          -intransitif:  Andri berkelahi
4. KALIMAT PASIF
subjek dikenakan pekerjaan atau aktifitas
diawali awalan di- atau ter-
          contoh:     bola basket itu dimasukkan oleh Andri 

            Contoh kalimat:
            Hai!
            Ini Budi, Budi bermain bola.
            Aku akan pergi jika hujan sudah reda.
            Ketika nenek datang, ayah sedang membaca koran dan ibu sedang memasak.
4.      Kata
Kata adalah bentuk bebas yang terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas yang lebih kecil lagi (Wijana, 2009:33). Berdasarkan kamus linguistik, kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem; satuan terkecil dari leksem yang telah mengalami proses morfologis; morfem atau kombinasi morfem yang oleh ahli bahasa dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas (Kridalaksana, 2008: 110).
Sementara itu, Gorys Keraf menjelaskan bahwa pengertian kata tidak dapat dipisahkan dengan pengertian arti. Arti adalah hubungan antara tanda berupa lambang bunyi ujaran dengan hal atau barang yang diwakilinya. Jadi kata merupakan lambang bunyi ujaran tentang suatu hal atau peristiwa. Seperti halnya manusia yang memiliki nama demikian juga benda dan peristiwa yang juga memiliki lambang bunyi ujaran berupa kata yang memiliki arti atau makna.
Macam-macam kata:
1. Kata Kerja (Verba)
Kata kerja atau verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atautindakan, proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat.Kata kerja pada umumnya berfungsi sebagai predikat dalam kalimat.
Ciri kata kerja:
1. Dapat diberi aspek waktu, seperti akan, sedang, dan telah
    Contoh: akan mandi, akan tidur, sedang makan, telah pulang
2. Dapat diingkari dengan kata tidak
    Contoh: tidak makan, tidak tidur.
3. Dapat diikuti oleh gabungan kata dengan + KB/KS
    Contoh: Pergi dengan adik, menulis dengan cepat.
Macam-macam kata kerja (verba):
a. Verba dasar bebas, seperti: duduk, makan, mandi, minum, pergi, pulang, tidur
b. Verba turunan, terdiri atas:
1. Verba berafiks:
Contoh: ajari, bernyanyi, bertaburan.
2. Verba bereduplikasi:
Contoh: bangun-bangun, ingat-ingat, makan-makan, marah-marah.
c. Verba berproses gabung:
Contoh:  bernyanyi-nyanyi, tersenyum-senyum, makan-makan.
d. Verba majemuk :
Contoh:  cuci mata, campur tangan, unjuk gigi.
e. Verba transitif (kata kerja yang membutuhkan objek)
Contoh :  -  Saya menulis surat.
                                 S         P           O
                -   Adik membeli balon.
                                    S           P          O
f. Verba intransitif (kata kerja yang tak memerlukan objek)
Contoh :   -  Mereka duduk di taman.
                                    S           P               K
                             -  Anak-anak itu bersepeda di sepanjang pantai.
                                     S                       P                    K
                             -   Adik sedang mandi.
                                    S               P

2. Kata Sifat (Adjektiva)
Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan watak, dan tabiat orang/binatang/ benda.Kata sifat umumnya berfungsi sebagai predikat, objek dan penjelas subjek.
Ciri-ciri kata sifat:
1. Dapat diberi keterangan pembanding lebih, kurang, dan paling
            Contoh:  lebih indah, kurang bagus, paling kaya.
2. Dapat diberi keterangan penguat: sangat, amat, benar, terlalu, dan sekali
            Contoh: sangat senang, amat keras, mahal benar, terlalu berat, sedikit sekali.
3. Dapat diingkari dengan kata tidak
Contoh: tidak benar, tidak halus, tidak sehat, dan sebagainya.
Macam-macam adjektiva:
a.  Ajektiva dasar, seperti  adil, afdol, bangga, baru, cemas, disiplin, anggun, bengkak.
b. Adjektiva turunan terdiri atas:
1. adjektiva berafiks
            contoh: terhormat, terindah, kesakitan, kesepian, keinggris-inggrisan.
 2. adjektiva bereduplikasi
            contoh:  muda-muda, elok-elok, cantik-cantik.
3. adjektiva berafiks –i, -wi, -iah
contoh:  abadi, duniawi, insani, ilmiah, rohaniah, surgawi.

 Adjektiva deverbalisasi, misalnya:  melengking, terkejut, menggembirakan, meluap.
 Adjektiva denominalisasi, misalnya: berapi-api, berbudi, budiman, kesatria, berbusa.
 Adjektiva de-adverbialisasi, misalnya : bersungguh-sungguh, berkurang, bertambah.
 Adjektiva denumeralia, misalnya: manunggal, mendua, menyeluruh.
 Adjektiva de-interjeksi, misalnya: aduhai, sip, asoy.
 Adjektiva majemuk, misalnya: panjang tangan, buta huruf, lupa daratan, tinggi hati.
Adjektiva eksesif (berlebih-lebihan), misalnya :alangkah gagahnya, bukan main kuatnya, Maha kuasa.3. Kata Keterangan (Adverbia)
Kata keterangan atau adverbia adalah kata yang memberi keterangan
pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat.

3. Kata Keterangan (Adverbia)
 Macam-macam adverbia:

Adverbia dasar bebas, misalnya: alangkah, agak, akan, amat, nian, niscaya, tidak, paling,
pernah, pula, saja, saling.
b.  Adverbia turunan terbagi atas:
1.  Adverbia reduplikasi, misalnya: agak-agak, lagi-lagi, lebih-lebih,paling-paling.
2.  Adverbia gabungan, misalnya: belum boleh, belum pernah, atau tidak mungkin.
3.  Adverbia  yang berasal dari berbagai kelas, misalnya: terlampau, agaknya, harusnya,
     sebaiknya, sebenarnya, secepat-cepatnya.

4.  Kata Benda (Nomina), Kata Ganti (Pronomina), Kata Bilangan (Numeralia)
a.  Kata Benda (Nomina)
Kata benda atau nomina adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun abstrak).Kata benda berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
Ciri-ciri kata benda:
1. Dapat diingkari dengan kata bukan.
Contoh : bukan gula, bukan rumah, bukan mimpi, bukan pengetahuan.
2. Dapat diikuti dengan gabungan kata yang + KS (kata sifat) atau yang sangat + KS
Contoh : buku yang mahal, pengetahuan yang sangat penting, orang yang baik.
Macam-macam nomina:

Nomina bernyawa, misalnya: Umar, Abdullah, nenek, nona, ayah, kerbau, ayam.
Nomina tak bernyawa, misalnya: nama lembaga, hari, waktu, daerah, bahasa.
Nomina terbilang, misalnya: kantor, rumah, orang, buku.
Nomina tak terbilang, misalnya: udara, kebersihan, kemanusiaan.
Nomina kolektif, misalnya: cairan, asinan, buah-buahan, kelompok.
Nomina ukuran, misalnya: pucuk, genggam, batang, kilogram, inci.
Nomina dari   proses nominalisasi, misalnya: keadilan, kenaikan, pembicara, pemotong, anjuran, simpulan, pengumuman, pemberontakan.
Nominalisasi dengan  si dan  sang, misalnya: si kecil, si manis, sang kancil, sang dewi.
Nominalisasi dengan  yang, misalnya: yang lari, yang berbaju, yang cantik.
b. Kata Ganti (Pronomina)
Kata ganti atau pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacupada nomina lain.  Pronomina berfungsi untuk mengganti kata benda ataunomina.
Macam-macam pronomina:
      Ada tiga macam pronomina dalam bahasa Indonesia, yakni (1)  pronominal persona, (2)  pronomina penunjuk  (3)  pronomina penanya.

1. Pronomina Persona

Pronomina reduplikasi, misalnya: kita-kita, dia-dia, dan beliau-beliau.
Pronomina berbentuk frasa, misalnya: kamu sekalian, aku ini, dia itu.
Pronomina takrif, terbatas pada pronomina persona (orang) misalnya:
Pronomina persona I (kata ganti orang I) : saya, aku (tunggal),
dan kami, kita (jamak)
Pronomina persona II (kata ganti orang II) : kamu, engkau, Anda (tunggal), dan kalian, Anda sekalian (jamak)
Pronomina persona III (kata ganti orang III) : ia, dia, beliau (tunggal), dan mereka (jamak)
Pronomina tak takrif, tidak menunjuk pada orang atau benda tertentu, misalnya : sesuatu, seseorang, barang siapa, siapa, apa-apa, anu, dan masing-masing sendiri.
2. Pronomina Penunjuk
Pronomina Penunjuk dalam bahasa Indonesia ada tiga macam.

Pronomina penunjuk umum: ini, itu, dan anu.
Pronomina penunjuk tempat: sini, situ, atau sana.
Pronomina penunjuk ihwal: begini dan begitu.
Pronomina Penanya :
Pronomina penanya adalah pronomina yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan.Contoh:  siapa, apa, mana, mengapa, kapan, dimana, bagaimana, dan berapa.
c. Kata Bilangan (Numeralia)
Kata bilangan atau numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya orang, binatang, dan benda.
Numeralia utama (kardinal), terdiri atas:

Bilangan penuh, misalnya: satu, dua, tiga, puluh, ribu, juta.
Bilangan pecahan, misalnya: sepertiga, duapertiga, lima perenam.
Bilangan gugus, misalnya: selikur (21), lusin, gros, kodi, atau ton.
Numeralia tingkat, yaitu numeralia yang menunjukkan urutan atau struktur
Misalnya:  pertama, kesatu, kedua, keempat, ketiga belas.
 Numeralia kolektif, numeralia yang terbentuk oleh afiksasi, misalnya :  ketiga (ke + Num),
 ribuan, ratusan (Num + -an), beratus-ratus, dan bertahun-tahun (ber- + Num)

5.  Kelompok Kata Tugas
Kata tugas terdiri atas:
a. Kata Sandang (Artikel)
Kata sandang atau artikel adalah kata yang mendampingi kata benda atau yang
membatasi makna jumlah orang atau benda.
Macam-macam artikel:
a). Artikula/artikel bermakna tunggal, misalnya: sang guru, sang suami, sang juara.
b). Artikula/artikel bermakna jamak, misalnya: para petani, para guru, para ilmuwan.
c). Artikula/artikel bermakna netral, misalnya: si hitam manis, si dia, si terhukum.
d).Artikula/artikel bermakna khusus, misalnya: Sri Baginda, Sri Ratu, Sri Paus (gelar
     kehormatan),  Hang Tuah, dan Dang Halimah (panggilan pria dan wanita dalam sastra
     lama)
b. Kata Depan (Preposisi)
Kata depan atau preposisi adalah kata yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat, atau kata kerja untuk membentuk gabungan kata depan(frasa preposisional).
Macam-macam preposisi:
a). Preposisi dasar, misalnya:  di , ke, dari, akan, antara, kecuali, bagi, dalam, daripada, tentang, pada, tanpa, untuk, demi, atas, depan, dekat.
b). Preposisi turunan, terdiri atas:
(a). gabungan preposisi dan preposisi, misalnya : di depan, ke belakang, dari muka.
(b). gabungan  preposisi + preposisi +  non-preposisi, misalnya : di atas rumah, dari
       tengah-tengah kerumunan.
(c). gabungan preposisi + kelas kata + preposisi + kelas kata, misalnya dari rumah ke
       jalan, dari Bogor sampai Jakarta, dari pagi hingga petang.
(d).  Preposisi yang menunjukkan ruang lingkup, misalnya sekeliling, sekitar, sepanjang,
      seputar.
c. Kata Hubung (Konjungsi)
Kata hubung atau konjungsi adalah kata yang  berfungsi menghubungkan dua kata atau dua kalimat.
Macam-macam konjungsi:

Konjungsi penambahan, misalnya: dan, dan lagi, tambahan lagi, lagi pula.
Konjungsi urutan, misalnya: lalu, lantas, kemudian, setelah itu.
Konjungsi pilihan, misalnya: atau
Konjungsi perlawanan, misalnya:  tetapi, sedangkan, namun, sebaliknya, padahal.
Konjungsi menyatakan waktu, misalnya: ketika, sejak, saat, dan lain-lain
Konjungsi sebab-akibat, misalnya: sebab, karena, karena itu, akibatnya dan lain-lain
Konjungsi persyaratan, misalnya: asalkan, jikalau, kalau, dan lain-lain
Konjungsi pengandaian, misalnya: andaikata, andaikan, seandainya, seumpamanya.
Konjungsi harapan/tujuan, misalnya: agar, supaya, hingga.
Konjungsi perluasan, misalnya: yang
Konjungsi pengantar objek, misalnya: bahwa
Konjungsi penegasan, misalnya: bahkan dan malahan
Konjungsi pengantar wacana, misalnya: adapun, maka, jadi.
d. Partikel
Partikel adalah kategori atau unsur yang bertugas memulai,mempertahankan, atau mengukuhkan sebuah kalimat dalam komunikasi.
Unsur ini digunakan dalam kalimat tanya, perintah dan pernyataan (berita).
Macam-macam partikel:
a).  kah, misalnya: Apakah Bapak Ahmadi sudah datang?
b).  kan, misalnya: Tadi kan sudah dikasih tahu!
c).  deh, misalnya: Makan deh, jangan malu-malu.
d).  lah, misalnya: Tidurlah hari sudah malam!
e).  dong, misalnya: Bagi dong kuenya.
f).  kek, misalnya: cepetan kek, lama sekali.
g).  pun, misalnya:  Membaca pun ia tak bisa.
h).  toh, misalnya: Saya toh tidak merasa bersalah.

FRASA

Frasa adalah bagian kalimat yang terbentuk dari dua kata atau lebih yang hanya menduduki satu fungsi atau jabatan di dalam kalimat.Di dalam kalimat terdapat subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K), dan pelengkap (pel).
Contoh :
-   Dokter membaca buku.
                     S        P              O
-   Dokter muda  sedang membaca  buku cerita.
                  S            P                            O
-   Dokter muda ganteng sedang asyik membaca buku cerita komik.
                     S                                P                                O
Frasa dibedakan atas:
1. Frasa nominal: frasa yang unsur pusatnya kata benda.
Contoh :    -  kamar anak
                        -  buku gambar
2. Frasa  verbal: frasa yang unsur pusatnya kata kerja.
Contoh :    -  sedang tidur
                        -  telah belajar
3. Frasa  adjektival: frasa yang unsur pusatnya kata sifat.
Contoh:    -  cukup pintar
                       -  agak lambat
4. Frasa  adverbial: frasa yang unsur pusatnya kata keterangan.
Contoh:   -  pagi sekali
                     -  sangat tekun
5. Frasa  preposisional (kata depan): frasa yang terdiri dari unsur kata depan dan kata benda.
Contoh:     -  di kota
                        -  dari kantor - See more at: http://deden-arpega.blogspot.com/2013/09/jenis-jenis-kata-dalam-bahasa-indonesia.html#sthash.LeWDqSZw.dpuf

Contoh kata: makan, rumah, pakaian.

5.    Morfem
Morfem adalah satuan gamatikal terkecil yang berperan sebagai pembentuk kata (Wijana, 2009:33). Sebagai pembentuk kata morfem merupakan satuan kebahasaan yang terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil (Kridalaksana, 2008:157). Dalam bahasa Indonesia morfem juga dapat berupa imbuhan.
Dalam morfem dikenal istilah morfem dasar yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri seperti lari, datang, tidur, dsb. Ada juga morfem terikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri seperti awalan ber-, me(N-), akhiran –kan, -i, dsb. selain itu dikenal juga istilah morfem dasar yaitu bentuk yang merupakan dasar pembentukan kata polimorfemik (kata yang terdiri dari lebih dari satu morfem) misalnya rumah, alat, meja, dsb. 
Sebuah morfem dasar dengan sendirinya sudah membentuk kata. Namun sebaliknya, konsep kata tidak saja meliputi morfem dasar tetapi juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem dasar dengan morfem terikat atau morfem dasar dengan morfem dasar.
Fungsi Morfem Dalam Bahasa Indonesia
FUNGSI MORFEM IMBUHAN
•      Pembentuk kelas kata benda:
§  {peN-}→{peN-}+{besar}(KS)           = pembesar                (KB)
§  {per-}→{per-}+{tapa}(KK)              = pertapa                    (KB)
§  {pe-}→{pe-}+{lari}(KK)                    = pelari                       (KB)
§  {peN-an}→ {peN-an}+{gali}(KK)    =penggalian               (KB)
§  {per-an}→ {per-an}+{baik}(KS)      = perbaikan               (KB)
§  {ke-an}→ {ke-an}+{bersih}(KS)      = kebersihan              (KB)
§  {-an}→ {-an}+{makan}(KK)            = makanan                 (KB)
§  {-wan}→{-wan}+{olahraga}(KK)    = olahragawan           (KB)
§  {-el-}→ {-el-}+{tunjuk}(KK) = telunjuk                   (KB)

•      Pembentuk Kata Kerja :
§  {meN-}→ {meN-}+{cangkul}(KB)   =mencangkul
§  {ber-} → {ber-} +{layar}(KB)                       =berlayar
§  {di-} → {di-}+ {paku}(KB)                            =dipaku
§  {ter-} → {ter-} +{pahat}(KB)                        =terpahat
§  {meN-kan} →{meN-kan} +{tinggi}(KS)=meninggikan
§  {di-kan} → {di-kan} +{besar}(KS)   =dibesarkan
§  {di-i} → {di-i} +{marah}(KS)                        =dimarahi
§  {ter-kan} →{ter-kan} +{sisih}(KB)  =tersisihkan
§  {ke-an} → {ke-an} +{dingin}(KS)                =kedinginan
§  {meN-i} → {meN-i}+{sayang}(KS)   =menyayangi
§  {ter-i} → {ter-i} +{pagar}(KB)                     =terpagari

•      Pembentuk Kata Sifat :
§  {meN-}→ {meN-}+{kantuk}(KK)                =mengantuk
§  {ber-} → {ber-} +{satu}(KB)                        =bersatu
§  {ter-} → {ter-} +{ikat}(KK)                          =terikat
§  {peN-} → {peN-} +{takut}(KS)                    =penakut
§  {ke-an} → {ke-an} +{girang}(KS)                =kegirangan
§  {-em-} → {-em-} +{getar}(KB)                      =gemetar

 FUNGSI MORFEM ULANG
1.    Morfem ulang sebagai pembentuk kata benda
Bentuk yang akan dibedakan bisa disebut mengalami proses nominalisasi lazimnya berkelas kata kerja, terutama kata kerja yang sudah berafiks. Tetapi, tidak sembarang kata kerja berafiks yang diulang mampu mengubah kelas kata kerja ke kata benda. Misalnya, kataberjalan adalah kata kerja. Diulang menjadiberjalan-jalan, hasilnya tetap kata kerja. Begitu juga memijit, meski diulang sehingga menjadimemijit-mijit, kelasnya tetap saja: kata kerja. Perulangan yang mampu mengubah kelas di antaranya sebagai berikut.

Bentuk Dasar
Kelas Kata
Bentuk Ulang
Kelas Kata
menjahit
kata kerja
jahit-menjahit
kata benda
berbaris
kata kerja
baris-berbaris
kata benda
menulis
kata kerja
tulis-menulis
kata benda
memotret
kata kerja
potret-memotret
kata benda
berhias
kata kerja
hias-berhias
kata benda

Tidak semua kontruksi macam jahit-menjahitbisa mengubah kelas. Kata pukul-memukul, bentak-membentak, tarik-menarik, seret-menyeret, tembak-menembak, misalnya, kelas katanya tetap saja, sama dengan bentuk dasarnya, yaitu memukul, membentak, menarik, menyeret, dan menembak, yakni kelas kata kerja. Sementara, rasa-rasanya bisa ditarik suatu simpulan bahwa kata ulang yang bermakna ‘saling berbalasan’ atau ‘resiprokal’ tidak mengubah kelas kata bentuk dasarnya.

2.    Morfem ulang sebagai pembentuk kata tugas/ sarana
Dalam tuturan Anaknya cantik-cantik dan gurunya galak-galak. Cantik-cantik dan galak-galak tetap berkelas kata sifat seperti bentuk dasarnya, yaitu cantik dan galak. Akan tetapi, berbeda persoalannya dalam contoh di bawah ini.

Bentuk Dasar
Kelas Kata
Bentuk Ulang
Kelas Kata
cepat
kata sifat
cepat-cepat ‘dengan cepat’
kata tugas
jauh
kata sifat
jauh-jauh ‘sampai jauh
kata tugas
masak (buah)
kata sifat
masak-masak (pikir)
kata tugas
jelas
kata sifat
jelas-jelas ‘pasti’
kata tugas
mula ‘awal’
kata benda
mula-mula ‘pada awalnya’
kata tugas
benar
kata sifat
benar-benar
kata tugas
sampai
kata kerja
sampai-sampai
kata tugas
Terdapat bentuk yang menurut Dr.Bambang Kaswanti Purwo, linguis cemerlang Unika Atma Jaya, disebut konstruksi adverbial (Purwo, 1986:41-47). Pendeknya, bisa dikatakan bahwa tak sembarang reduplikasi membuahkan kelas kata baru. Misalnya pada lebih-lebih, tidak-tidak,kalau-kalau, dan sebagainya.

C. Fungsi Morfem Konstruksi Majemuk
            Kata tanah adalh suatu kata benda, air juga termasuk kata benda juga. Bentuk majemuknya, tanah air juga berkelas kata benda. Contoh serupa dengannya adalah darah daging, kutu buku, doa restu, dan sebagainya.
            Halnya tidak demikian dalam kata majemuk sepak terjang, misalnya sepak dan terjang adalah kata kerja, tetapi sepak terjang berkelas kata benda. Contoh lainnya suka duka yang berkelas kata benda; padahal bentuk suka dan duka adalah masuk pada kelas kata sifat.
            Dalam contoh kambing hitam, kambing adalah kata benda dan hitam merupakan kata sifat. Namun setelah kedua unsur tersebut berpadu, kelas kambing-lah yang menang.
Bisa disimpulkan bahwa morfem dalam konstruksi majemuk bisa berubah kelas katanya. Perubahan itu diakibatkan oleh penggabungan unsur-unsurnya. Kelas kata majemuk, disamping bisa sama persis dengan kedua unsurnya, bisa pula sama dengan salah satui unsurnya, bahkan berbeda sama sekali dari unsur-unsurnya.

            Contoh morfem
            {kerja}, {pergi}, {juang}, {ber-}, {per-}, {per-an}
6.    Fonem
Fonem adalah bunyi-bunyi yang berpotensi sebagai pembeda makna (Wijana, 2009:22). Salah satu cara menentukan sebuah fonem dalam sebuah sistem bahasa adalah dengan pasangan minimal. Pasangan minimal adalah dua buah kata yang memiliki satu bunyi yang berbeda. Misalnya kata tali dan tari. Dalam kedua kata tersebut terapat dua bunyi berbeda yaitu [l] dan [r]. Dengan demikian bunyi [l] dan [r] dalam bahasa Indonesia adalah fonem.
1.     Fonem/ᵑ/,/ñ/,/x/,dan/Š/masing-masing dilambangka ndengan <ng>,<ny>,<kh>,dan <sy>
Contoh      :
/Meƞaƞa/                           : <menganga>
/ñañi/                                 : <nyanyi>
/maxluk/                            : <makhluk>
/Šarat/                                : <syarat>

2.      Fonem /e/ dan /Ə/dilambangkan<e>
Contoh      :
/sate/                                  : <sate>
/ide/                                   : <ide>
/mƏnang/                          :<menang>
/bƏrat/                               :<berat>

Walaupun demikian,EYD  yang digunakan sekarang ini sudah berusaha untuk mengurangi kelemahan ejaan sebelumnya.Ejaan van ophuijsen (dipakaitahun 1901-1947) dan ejaan Suwandi (dipakai tahun1947-1972) lebih banyak kelemahannya.
Padaejaan van ophuijsen :

1.      Fonem /u/,/j/,/c/,/ƞ/,/ñ/,/Š/, dilambangkanduahuruf : <oe>,<dj>,<ng>,<nj>,<ch>,<sj>
Contoh            :
/untuk/                                                : <oentoe’>
/jƏjak/                                     :<djedja’>
/cacat/                                      :<tjatjat>
/mƏƞaƞa/                                 :<menganga>
/ñañi/                                       :<njanji>
/maxluk/                                  :<machlu’>
/Šarat/                                      :<sjarat>

2.      Fonem /k/ dilambangkan<’>
Contoh:
/tidak/                                      <tida’>
/maxluk/                                  <machlu’>
/yakni/                                     <ja’ni>

3.      Fonem/e/ dan /Ə/ dilambangkan /e/.
Contoh:
/sate/                                        <sate>
/ide/                                         <ide>
/mƏnang/                                <menang>
/bƏrat/                                     <berat>j

PadaEjaanSuwandi :

1)      Fonem/j/ , / c / , /ƞ/,/ñ/,/x/,dan/s/ dilambangkan<dj>,<tj>,<ng>,<nj>,<ch>,<sj>

Contoh :

/jƏjak/                         /djedjak/
/cacat/                          /tjatjat/
/meƞaƞa/                      /menganga/
/ñañi/                           <njanji>
/maxluk/                      <machluk>
/Šarat/                          <sjarat>

2)      Fonem /e/ dan/Ə/ dilambangkan<e>

Contoh :
/sate/                                        <sate>
/ide/                                         <ide>
/mƏnang/                                <menang>
/bƏrat/                                     <berat>

3)      Fonem/f/,/v/,/z/ belumdiakuisebagaifonembahasa Indonesia sehingga
Dalampenerapannyadisesuaikankelambang-lambang yang mirip ,yaitu<p> (untuk /f/dan /v/)dan<j> (untuk /z/).


1 comment:

  1. Informasi kurang lengkap, tidak ada daftar pustaka tetapi ilmunya sangat bermanfaat.
    Terimakasih

    ReplyDelete